Bisnis.com, JAKARTA – Pelaksanaan program tas belanja plastik berbayar di pasar modern menjadi perbincangan di kalangan pengusaha, pengamat lingkungan dan peneliti, karena di satu sisi justru memberikan pemasukan baru bagi riteler, sebab biaya kontong plastik sudah dimasukan ke dalam harga produk.
Menurut rilis dari Jaringan Aktivis Pro-Demokrasi (Prodem), prinsip plastik ramah lingkungan atau dikenal dengan plastik yang mudah terurai secara alami sudah digunakan lebih kurang 95% di gerai-gerai pasar modern sebagai tas belanja ramah lingkungan. Sementara itu pasar modern menyumbang sekitar 30% sampah tas plastik, 70% pasar tradisional.
Dalam acara dialog Kontroversi dan Motif ekonomi di balik kebijakan kantong plastik berbayar di kantor BPPT, Kamis (11/2/2016), Eddy Ganefo, Ketua Kadin Pusat, mengatakan dengan diberlakukan ketentuan kantong plastik berbayar oleh Kementerian Lingkungan Hidup akan memberikan pemasukan baru pagi ritel modern, karena biaya tas belanja plastik sudah dimasukan ke dalam biaya produk. Kebijakan itu tidak akan mengurangi penggunaan tas belanja plastik di mal atau pusat perbelanjaan modern.
Eddy memperkirakan ritel modern di Indonesia bisa memakai sekitar 1 miliar tas plastik per tahun dengan diperkirakan bila dibayar oleh konsumen dengan harga sekitar Rp1.000 per lembar, maka nilai kantong plastik bisa mencapai satu triliun per tahun. Uang itu, katanya, belum jelas pengelolaan dan untuk apa kegunaannya.
Sementara itu Bob R. Randilawe, Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro-Demokrasi (Prodem) minta ditinjau kembali kebijakan yang akan dikeluarkan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama yang mendukung program Kementerian Lingkungan Hidup dan Gubernur DKI.
Menurut dia, ada kalimat yang tidak tepat tentang tas plastik yang bisa dipakai berulang-ulang kali. Sementara tas plastik ramah lingkungan yaitu menggunakan bahan yang mudah terurai di alam, sehingga tidak merusak lingkungan. Sedangkan tas plastik yang bisa dipakai berulang-ulang itu belum tentu ramah lingkungan.
Sementara itu, Hardaning Pranamuda, Direktur Pusat Teknologi Agro Industri BPPT mengatakan hasil penelitiannya ada plastik dari bahan kimia yang bisa terurai di alam bila ditambah zat aditif tertentu.
Adanya penambahan zat aditif itu hanya meningkatkan biaya produksi biji plastik sekitar 4% yang lebih rendah bila dibandingkan dengan menggunakan bahan alami. Menurut Hardaning, sebaiknya kebijakan untuk penambahan zat aditif itu diberlakukan pada produsen biji plastik, sehingga tas belanja plastik yang dihasilkan oleh pabrik kantong plastik merupakan produk ramah lingkungan.
Rencananya, kebijakan kantong plastik berbayar tersebut akan diluncurkan bersamaan dengan Hari Peduli Sampah Nasional pada 21 Februari 2016 di 17 kota, a.l. Jakarta, Bandung, Bekasi, Depok, Bogor, Tangerang, Solo, Semarang, Surabaya, Denpasar, Palembang, Medan, Balikpapan, Banjarmasin, Makassar, Ambon dan Papua.