Cari berita
Bisnis.com

Konten Premium

Bisnis Plus bisnismuda Koran Bisnis Indonesia tokotbisnis Epaper Bisnis Indonesia Konten Interaktif Bisnis Indonesia Group Bisnis Grafik bisnis tv

Gus Dur dan Imlek

Soal perayaan Imlek, tentunya kita tidak bisa melupakan nama Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
Azizah Nur Alfi & Novie Isnanda Pratama
Azizah Nur Alfi & Novie Isnanda Pratama - Bisnis.com 07 Februari 2016  |  10:03 WIB
Gus Dur dan Imlek
Jemaat melaksanakan ibadah jelang pergantian tahun di Vihara Nimmala, Pasar Baru, Kota Tangerang, Banten, Kamis (30 - 1). Jelang pergantian tahun baru imlek 2565 umat Tionghoa memanjatkan doa harapan.

Bisnis.com, JAKARTA - Soal perayaan Imlek, tentunya kita tidak bisa melupakan nama Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Selama kurun 1968-1999, perayaan Tahun Baru Imlek dilarang dirayakan di depan umum. Rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto melalui Inpres Nomor 14/1967 melarang segala hal yang berbau Tionghoa, termasuk Imlek.

Namun, setahun setelah cucu pendiri Nahdlatul Ulama, K.H. Hasyim Asy'ari itu menjadi orang nomor satu di negeri ini pada 1999, Gus Dur mencabut Inpres tersebut.

Sejak saat itulah, masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan Imlek. Mulai saat itu pula, berbagai kebudayaan yang melekat pada masyarakat Tionghoa, seperti barongsai, dipertontonkan di depan umum dan hingga kini banyak dikenal masyarakat.

Maka tidak berlebihan jika banyak yang menyebut Gus Dur sebagai ’Bapak masyarakat Tionghoa bahkan Bapak kaum minoritas di Indonesia’.

Bagi Gus Dur, seperti diceritakan oleh Yenny Wahid, etnis Tionghoa dan juga budaya mereka, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam perjalanan bangsa Indonesia.

Melalui etnis Tionghoa, Islam bisa tersebar ke Nusantara bersama pedagang India. Terbukti dengan adanya keturunan Tionghoa yang masuk dalam jajaran Wali Songo, penyebar Islam di Nusantara.

Keputusan Gus Dur menghapus Inpres Nomor 14/1967, banyak menuai penolakan dengan alasan khawatir komunisme kembali hidup di Indonesia. Namun, bagi mantan Ketua Umum PBNU itu, seperti yang diungkapkan mantan Asisten Pribadi Gus Dur Ngatawi Al Zastrouw, Gus Dur adalah budayawan dan agamawan.

Menurut Gus Dur, Imlek dan tradisi barongsai merupakan bagian dari kebudayaan. Jika dikelola dengan baik dan benar dapat menjadi sarana menyebarkan nilai-nilai kebaikan, seperti yang dilakukan oleh para Wali dalam menyebarkan Islam di Indonesia, melalui wayang.

Kehadiran Gus Dur sebagai jembatan untuk memberikan hak yang sama bagi etnis Tionghoa di Indonesia juga diakui oleh novelis Remy Sila do.

“Pada masa Gus Dur lah, tradisi barongsai mulai dipertontonkan, dan kini sudah mendunia.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :

imlek

Sumber : Bisnis Indonesia Weekend, Minggu (7/2/2016)

Editor : Gita Arwana Cakti

Artikel Terkait



Berita Lainnya

    Berita Terkini

    back to top To top