Bisnis.com, JAKARTA--Kendati Kementerian Keuangan telah memberi insentif keringanan pajak, sejumlah badan usaha milik negara tetap enggan melakukan revaluasi aset sampai akhir 2015.
Menanggapi hal itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan memang tidak semua perusahaan pelat merah harus melakukan revaluasi. Menurut dia, BUMN yang sudah memiliki nilai aset tinggi tak perlu melakukan penilaian aset ulang dan membayar pajak lebih besar.
"Ada memang yang nilai [aset] sudah tinggi. BUMN lama yang katakan punya lahan dan pabrik, tidak harus dinilai ulang, harus bayar pajak,"ujarnya di Kantor Wakil Presiden, Jumat(8/1/2016).
Oktober 2015 lalu, pemerintah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi tahap lima yang salah satu isinya adalah iming-iming potongan pajak bagi perusahaan yang melakukan revaluasi aset pada 2015 dan 2016.
Besaran potongan pajak penghasilan (PPh) tersebut berkisar 3%-6% dari besaran semula sekitar 10%. Selama ini, BUMN dianggap enggan melakukan revaluasi aset karena merasa terbebani pajak yang timbul akibat adanya selisih aktiva setelah dilakukannya revaluasi.
Insentif potongan pajak itu dilegitimasi pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191/PMK.010/2015 tentang Penilaian Kembali Aktiva tetap untuk Tujuan Perpajakan Bagi Permohonan yang Diajukan pada Tahun 2015 dan 2016.
Dalam aturan tersebut, tarif PPh atas selisih hasil revaluasi aset diturunkan berjenjang dari 10 persen menjadi 3 persen hingga 6 persen. Tarif PPh 3 persen dikenakan untuk permohonan yang diajukan pada periode Desember 2015, dengan pelaksanaan revaluasi aset pada bulan yang sama.
Sementara untuk permohonan yang diajukan pada periode 1 Januari hingga Juni 2016, dengan batas pelaksanaan revaluasi aset sampai dengan 30 Juni 2017, nilai PPh final dikenakan lebih besar yaitu 4 persen.
Berikutnya, tarif PPh 6 persen dikenakan jika permohonan diajukan dalam rentang waktu 1 Juli hingga 31 Desember 2016, dengan batas pelaksanaan penilaian kembali sampai dengan 31 Desember 2017.