Bisnis.com, BANDUNG- Era ekonomi yang mengandalkan sumber daya alam sudah selesai dan akan digantikan dengan era ekonomi kreatif dan gagasan.
"Sangat urgent saat ini untuk segera menjadikan pendidikan seni yang berujung pada penciptaan kreatifitas dan inovasi yang mengubah landscape bekerja dari transaksional menuju kolaborasi masal," Ujar Pengajar Matematika Universitas Sebelas Maret Solo, Sutanto dalam Kongres Kesenian Indonesia, Bandung, Jumat (4/12/2015).
Berdasarkan pengukuran dari Global Innovation Index (GII) yang mendasarkan pada creativity input dan creativity output, Indonesia masih terbilang sangat rendah.
"Indonesia berada pada ranking 100 di dunia," ungkapnya.
Menurut Susanto, untuk mampu bersaing di era globalisasi, seniman Indonesia perlu mempertemukan logika dan kreatifitas.
"Ini adalah tujuan pembelajaran seni dimana gambar adalah bahasa yang dipakai untuk ekplorasi ide-ide," paparnya.
Saat ini, dengan kemajuan teknologi dibidang informasi, barang atau jasa yang di pasarkan berharga nol atau gratis.
"Fenomena tersebut dinamakan freemium. Untuk memenuhi pergeseran ini, usaha mesti bergerak dengan empat pilar yaitu Openness, Share, Peer, Act Globaly," tuturnya.
Melalui empat pilar tersebut, lanjutnya, akan menggerakan ekonomi berbasis kolaborasi masal. Menurutnya, kolaborasi masal ini berbanding lurus dengan penciptaan komunitas.
"Semakin banyak komunitas semakin banyak pula kerja sama yang dapat dibangun bersama," ujarnya.
Untuk itu, dirinya menilai agar lebih banyak lagi komunitas seni dari berbagai bidang yang melakukan kerja sama, untuk menciptakan karya yang dapat bermanfaat bagi masyarakat.