Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wakil Ketua DPRD Sumut Akui Pinjam uang Sekretaris Dewan

Zainudin Paru yang menjadi pengacara Wakil Ketua DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014 dari fraksi PKS Sigit Pramono Asri, mengakui kliennya meminjam uang dari Sekretaris Dewan Sumut.
Tersangka kasus dugaan suap bantuan perkara bansos Kejati Sumatera Utara dan Kejaksaan Agung, Gatot Pujo Nugroho keluar mobil tahanan saat tiba di gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan, Jakarta, Senin (26/10)./Antara
Tersangka kasus dugaan suap bantuan perkara bansos Kejati Sumatera Utara dan Kejaksaan Agung, Gatot Pujo Nugroho keluar mobil tahanan saat tiba di gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan, Jakarta, Senin (26/10)./Antara

Bisnis.com, JAKARTA ---  Zainudin Paru yang menjadi pengacara Wakil Ketua DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014 dari fraksi PKS Sigit Pramono Asri, mengakui kliennya meminjam uang dari Sekretaris Dewan Sumut.

"Pinjam uang yang kemudian dikembalikan, jumlahnya sejauh ini yang saya tahu yang sudah dikembalikan yaitu Rp40 juta," kata Zainudin di gedung KPK Jakarta, Selasa (10/11/2015).

Zainudin mengatakan hal tersebut seusai Sigit ditahan usai diperiksa KPK sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan suap terkait pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sumut 2010-2014, persetujuan Laporan Pertanggungjawaban Sumut 2012-2014 dan penolakan penggunaan hak interpelasi anggota DPRD Sumut 2015.

"Peminjaman itu 2013, dan dikembalikan 2013," tambah Zainudin.

Menurut Zainudin, Sekretaris DPRD Sumut yang memberikan pinjaman.

"Orang yang memberikan pinjaman dalam kapasitas bendaharawan berarti kelembagaan, pinjaman itu untuk keperluan pribadi," ungkap Zainudin.

Namun Zainudin membantah kliennya menerima uang dalam rapat-rapat DPRD meski menjadi ketua dalam sejumlah rapat pembahasan APBD.

"Beliau menghindar untuk hal-hal itu (menerima uang), beliau jawab karena itu menjadi tidak penting untuk saya sehingga saya meninggalkan forum-forum itu, selama proses pembahasan. Pak Sigit memang dalam posisi sebagai wakil ketua DPRD 2009-2014 dalam kapasitas itu ada di antara rapat-rapat dewan yang beliau pimpin, dan itu yang kemudian terkait proses penetapan RAPBD menjadi APBD dan ada beberapa hal yang dianggap ada hal yang perlu diduga dipertanyakan dan itulah yang saat ini masih dalam proses penyidikan," tambah Zainuddin.

Pada hari ini, selain Sigit, KPK juga menahan ketua DPRD Sumut Ajib Shah dan mantan pimpinan DPRD Sumut yaitu Ketua DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014 dan anggota DPRD Sumut 2014-2019 dari fraksi Partai Demokrat Saleh Bangun, Wakil ketua DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014 dan anggota DPRD Sumut periode 2014-2019 dari fraksi Partai Golkar Chaidir Ritonga.

"Penahanan dilakukan untuk 20 hari ke depan terhitung mulai hari ini di beberapa Rumah Tahanan (Rutan) berbeda. Tersangka SB (Saleh Bangun) ditahan di Rutan Polres Jakarta Selatan, CHR (Chaidir Ritonga) ditahan di Rutan Polda Metro Jaya, AJS (Ajib Shah) ditahan di Rutan Kelas I Salemba Jakarta Pusat dan SPA (Sigit Pramono Asri) di Rutan Polres Jakarta Pusat," kata Pelaksana harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati.

KPK juga memanggil Wakil Ketua DPRD Sumut periode 2009-2014 dari fraksi PAN Kamaludin Harahap sebagai tersangka, tapi ia tidak memenuhi panggilan KPK.

"KH (Kamaludin Harahap) belum bisa dikonfirmasi alasan ketidakhadirannya, akan dijadwalkan pemeriksaan ulang," tambah Yuyuk.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Gubernur Sumut non-aktif Gatot Pujo Nugroho sebagai pemberi suap. KPK menyangkakan Gatot dengan pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 64 ayat 1 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang perbuatan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana penjara paling singkat 1 tahun paling lama 5 tahun dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Sedangkan Ajib, Saleh, Chaidir, Kamaludin dan Sigit dijerat dengan pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 64 ayat 1 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman terhadap pelanggar pasal tersebut adalah penjara paling sedikit 4 tahun dan paling lama 20 tahun penjara ditambah denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Martin Sihombing
Sumber : ANTARA
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper