Bisnis.com, JAKARTA --- Kabut asap sejatinya tidak perlu terjadi hingga membesar seperti saat ini. Namun, karena reaksi yang terlalu lamban di tingkat daerah kejadian, membuat api kecil menjadi besar. Mereka terlalu bersikap anggap remeh terhadap asap. Terlalu masa bodoh dengan membiarkan gejala awal.
Pengalaman adalah guru yang baik ternyata tidak berlaku di pengelola daerah yang menjadi pusat titik api. Mereka justru seperti keledai yang terantuk di batu yang sama untuk kedua kalinya. Bila saja pemerintah daerah dan masyarakatnya mau belajar dari kasus kabut asap tahun-tahun lalu , di negeri ini tidak perlu ada korban --seperti bayi berusia delapan bulan-- yang meninggal akibat asap. Kini sudah 12 meninggal.
Kabut asap telah membuat bangsa ini pontang-panting. Korem 101 Banjarmasin, Kalimantan Selatan, telah menyelesaikan 90 embung untuk mengatasi kebakaran lahan gambut yang ada di sekitar Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Banjarmasin dan di Guntung Damar Guntung Payung Banjarbaru.
Di Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatra Selatan, Sumatra Utara, Kalimantan kabut asap sisa pembakaran lahan dan gambut yang terbakar akibat kemarau, terjadi.
Ribuan warga terkena dampak berupa infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA. Mengutip data Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Musirawas 2.400 orang warga Kabupaten Musirawas Sumatera Selatan menderita inpeksi saluran pernafasan akut setiap bulan, akibat kabut asap tebal melanda wilayah kabupaten tersebut.
Pasien ISPA (infeksi saluran pernafasan atas/akut) yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, diduga dipicu oleh kabut asap meningkat dari 24 orang pada Agustus menjadi 54 pada Oktober 2015.
Pasien penderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di Rumah Sakit Umum Daerah Curup Kabupaten Rejanglebong, Provinsi Bengkulu, terhitung Januari sampai September 2015 mencapai 109 orang. Jumlah penderita inspeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di Kota Padangsidimpuan, Sumatra Utara, sejak Juli hingga September 2015 mencapai 2.992 orang.
Ini belum seberapa dan sekadar gambaran kecil di balik kabut asap. Lantaran warga Singapura dan Malaysia pun terkena efek kabut itu. Dua negera jiran yang paling dekat dengan Indonesia. Kepala Negara Joko Widodo atau Jokowi pun harus keluar masuk hutan untuk melihat situasi di lapangan.
Bahkan, Sejumlah artis seperti Alya Rohali, Zaskia Sungkar, Yuni Shara, Zora Vidyanata dan Kanaya Thabita menggelar aksi ‘Sejuta Kaleng Oksigen’ untuk membantu korban kabut asap di Kalimantan dan Sumatra. Acara tersebut bekerja sama dengan Rumah Pandai Indonesia. Mereka mendistribusikan oksigen portable dalam bentuk kaleng ke beberapa daerah seperti Jambi, Riau, Palembang dan Kalimantan.
Dr Robert Field, ilmuwan di Goddart Institute for Space Studies NASA, yang dikutip oleh The Straits Times, menyebut asap kebakaran hutan Indonesia saat ini, yang menyelimuti beberapa negara Asia Tenggara, hampir separah masalah serupa yang pernah terjadi pada 1997. "Kondisi di Singapura dan Sumatra sudah semakin mendekati (kondisi) pada 1997," ujarnya.
Kondisi ini memang tidak bisa dibiarkan. Pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal menilai kebakaran hutan dan kabut asap yang sangat luas dapat menurunkan reputasi Indonesia di dunia internasional. "Kebakaran hutan yang terjadi terutama di Pulau Sumatera dan Kalimantan menimbulkan kabut asap sampai di udara negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia," katanya.
Apalagi Duta Besar Kerajaan Norwegia di Jakarta Stig Traavik mengemukakan masyarakat dunia ikut mengamati dan merasa prihatin atas kebakaran hutan dan kabut asap dari Indonesia karena dampaknya menurunkan kualitas kehidupan.
Kabut asap harus ditanggulangi. Korban sudah banyak jatuh, termasuk anak-anak balita. Jumlah korban bertambah harus dihindari. Membiarkan kabut asap membuat biaya semakin lama semakin mahal. Lantaran areal terjangkit dan korban bertambah banyak.
Mengutip keterangan Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan Menurut hingga saat ini, dana yang sudah dikeluarkan BNPB sebesar Rp385 miliar dan sekarang sudah ada tambahan anggaran yang disiapkan sebesar Rp700 miliar lagi.
Padahal, untuk membangun sektor lain, saat ini kita membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Kita seharusnya tak perlu seperti keledai. Namun seperti manusia, yang punya akal dan budi. Karena itu, kita harus menegaskan kabut asap tak boleh terjadi lagi di negeri ini, hari ini, besok atau kapan saja. Haram hukumnya. Bukan sebaliknya, menjadikan kabut asap peristiwa tahunan dan proyek mencari fulus.