Kabar24.com, ADDIS ABABA - Sekitar 7,5 juta orang di Ethiopia menderita kelaparan dan membutuhkan bantuan pangan akibat hujan yang tak kunjung datang dan fenomena cuaca El Nino hingga mengakibatkan jumlah penduduk kelaparan meningkat tajam.
Angka ini hampir dua kali lipat meningkat sejak Agustus lalu, ketika Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan sekitar 4,5 juta penduduk membutuhkan makanan, bahkan jika tidak ada tindakan bisa meningkat sebanyak 15 juta orang pada tahun depan, lebih banyak dibandingkan di Suriah --negara yang dikoyak perang.
"Tanpa respons yang kuat dari masyarakat internasionak, ada kemungkinan besar terjadi kerawanan bahan pangan dan bencana gizi yang signifikan," kata seorang pejabat PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), dalam sebuah laporan, Jumat (2/10/205).
Badan PBB yang menangani anak-anak, UNICEF mengingatkan lebih dari 300.000 anak menderita gizi buruk. Menurut laporan dari sistem jaringan "The Famine Early Warning System Network" (FEWS NET) yang membuat penilaian teknis kelaparan, memperkirakan hasil panen tergolong di bawah rata-rata.
"Kematian ternak terus ada di laporan kami. Dengan sedikitnya penggembala, ternak yang bisa dijual dalam jumlah sedikit, dan hampir tidak ada penghasilan lain selain arang dan kayu bakar untuk dijual, rumah-rumah tangga tidak mampu memenuhi kebutuhan makanan yang memadai," kata pihak fews.net.
Ethiopia sebagai negara kedua di Afrika dengan penduduk terbanyak, berbatasan dengan Somalia, tempat 855.000 penduduk membutuhkan bantuan penyelamat serta 2,3 juta lainnya tergolong "rentan" kelaparan.
El Nino datang dengan suhu panas di permukaan laut wilayah khatulistiwa Pasifik, sehingga menyebabkan hujan yang sangat deras di beberapa bagian dunia, namun juga kekeringan di tempat lain.
Daerah yang terdampak parah dari El Nino adalah bagian timur Ethiopia, yakni wilayah Afar dan bagian selatan Somalia. Sementara itu, persediaan air juga sangat rendah di bagian timur dan tengah Oromo.
Kerawanan pangan merupakan isu sensitif di Ethiopia, mengingat negara ini pernah dilanda kelaparan pada 1984-1985 karena kekeringan ekstrem.
Saat ini, reputasi pemerintah Ethiopia lebih menuju pada angkat pertumbuhan ekonomi sebesar dua digit serta investasi infrainstruktur besar yang membuat Ethiopia sebagai salah satu negara berprestasi dalam hal ekonomi dan magnet bagi investasi asing.
Namun demikian, hampir 20 juta penduduk Ethiopia hidup di bawah garis kemiskinan US$1,25 yang ditetapkan oleh Bank Dunia, termasuk di dalamnya penduduk termiskin yang rentan terhadap tantangan cuaca.
Pemerintah Ethiopia telah mengeluarkan dana US$33 juta sebagai bantuan darurat, namun PBB mengatakan penduduk butuh sekitar US$237 juta.
Menteri Informasi Ridwan Hussein mengatakan pemerintah telah melakukan sebisa mungkin. "Dukungan dari lembaga donor belum tiba untuk membantu kami mengatasi meningkatnya jumlah penduduk miskin," kata Hussein pada konferensi pers baru-baru ini.