Bisnis.com, SAMARINDA—DPRD Kalimantan Timur berencana memanggil kembali aparat kepolisian terkait dengan kasus kematian 11 anak di lubang bekas galian tambang.
Dalam rapat yang digelar Senin (7/9), DPRD Kaltim mengumpulkan sejumlah pemangku kepentingan seperti Dinas Pertambangan dan Energi, Badan Lingkungan Hidup, Kepolisian Resor Kota Samarinda, dan Jaringan Advokasi Tambang Kaltim. Namun, dalam rapat tersebut dua perwakilan dari kepolisian meninggalkan ruangan meskipun rapat belum selesai.
Ketua Komisi I DPRD Kalimantan Timur Josep menyatakan kekecewannya terhadap tindakan kepolisian tersebut. Menurutnya, sebelum meninggalkan ruangan Kompol Ahmad Fanani memang sempat meminta izin tidak bisa melanjutkan rapat karena ada demonstrasi di depan Kantor Polres Samarinda.
“Kami memang kecewa karena seharusnya masih ada polisi lainnya yang bisa mengurus demo tersebut,” ujarnya saat ditemui Bisnis seusai rapat, Senin (7/9).
Josep mengatakan anggota DPRD sepakat untuk mendorong kasus kematian anak di lubang tambang yang kini sudah mencapai 11 orang di bawa ke ranah hukum. Anggota legislatif menuturkan kasus ini bukan lagi kematian biasa karena bisa dilihat dari unsur kelalaian yang berujung pada kematian.
Menanggapi respons dari kepolisian, Josep menilai aparat penegak hukum terkesan tidak serius menangani kasus tersebut. Dia juga menyesalkan pernyataan Kompol Ahmad Fanani sebelumnya yang menanggap kasus ini bisa diselesaikan secara damai asal pihak korban dan perusahaan pemilik lubang tambang bersepakat.
Menurut catatan Jaringan Advokasi Tambang, setidaknya 11 anak sudah menjadi korban tenggelam di lubang tambang. Adapun di Samarinda, jumlah lubang tambang yang dibiarkan menganga mencapai 79 yang sebagian besar berdekatan dengan pemukiman.