Kabar24.com, JAKARTA -- Hambatan terbesar yang dihadapi mengembangkan pendidikan di daerah terpencil di Indonesia adalah masalah bahasa. Terutama di daerah dengan penggunaan monolingual. Hal ini menyebabkan penyerapan pendidikan menjadi lebih minim dan berimbas pada kemungkinan putus sekolah yang lebih besar.
Dari hasil studi yang dilakukan Summer Institute of Linguistic (SIL) Internasional, 90% anak di daerah terpencil tak dapat berbahasa Indonesia. Hal ini yang membuat siswa kesulitan untuk menangkap arus informasi pendidikan.
Country Director SIL Veni menuturkan,penggunaan bahasa ibu sangat penting untuk digunakan sebagai pengantar dalam proses pembelajaran. Ini khususnya penting dilakukan di daerah-daerah terpencil atau dikenal dengan daerah terdepan, terluar, tertinggal (3T).
"Hambatan anak di daerah pedalaman adalah bahasa. Mereka bukan bodoh, namun tidak mengerti bahasa Indonesia. Ketika proses pembelajaran disampaikan bukan dengan bahasa ibu atau bahasa daerah, beban mereka bertambah. Tidak hanya harus memahami isi konsep pendidikan, mereka juga harus memahami bahasa indonesia. Kondisi ini nyata dan sangat disayangkan jika hambatan percepatan pendidikan adalah bahasa," ujarnya di Jakarta.
Papua
Kendala bahasa dalam proses pembelajaran, paling banyak ditemui di daerah Papua. Sebagian besar penduduk asli Papua dan Papua Barat adalah penutur tunggal bahasa ibu. Total, Papua dan papua Barat memiliki 275 ragam bahasa yang berbeda.
Komunikasi yang terputus dalam proses pembelajaran di Papua terbukti dari studi yang dilakukan British Petroleum di Teluk Bintuni. Diketahui 95% lulusan SD buta aksara secara fungsional. Artinya, mereka dapat mengeja huruf, namun tidak memahami makna kata ataupun paragraf yang dibacanya.
Dengan penggunaan bahasa ibu, maka materi ajar yang dipelajari anak-anak akan lebih mudah dipahami.