Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Diminta Cabut SE Pembatasan Jurnalis Asing

Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat meminta pemerintah mencabut Surat Edaran Mendagri No. 482.3/4439/SJ tentang Penyesuaian Prosedur Kunjungan Jurnalistik ke Indonesia berisiko memperburuk penegakan kebebasan berekspresi di Indonesia.
Ilustrasi editor/mashable.com
Ilustrasi editor/mashable.com

Bisnis.com, JAKARTA - Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat meminta pemerintah mencabut Surat Edaran Mendagri No. 482.3/4439/SJ tentang Penyesuaian Prosedur Kunjungan Jurnalistik ke Indonesia berisiko memperburuk penegakan kebebasan berekspresi di Indonesia.

Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar mengatakan surat edaran (SE) tersebut harus segera dicabut. “Kami minta agar SE tersebut segera dicabut,” katanya dalam siaran pers, Jumat (27/8/2015).

Pasalnya, jelas Wahyudi, SE yang memuat tentang kewajiban jurnalis asing memegang dokumen izin dari Kemlu, kemendagri, Badan Intelijen Negara (BIN), polisi, serta pejabat imigrasi itu sudah bertentangan dengan Hak Asasi Manusia.

Secara aturan, paparnya, SE tersebut bertentangan dengan UU No. 40/1999 tentang pers dan UU No.39/1999 tentang Hak Asasi Manusia. Selain itu, SE tersebut juga bertentangan dengan pasal 28I ayat 4 UUD 1945. 

UU Pers, paparnya, memang tidak secara khusus mengatur mengenai kegiatan kunjungan jurnalis asing ke Indonesia, tetapi ketentuan Pasal 16 UU Pers yang menyebutkan bahwa peredaran pers asing harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, bisa menjadi rujukan.

“Peraturan perundang-undangan dalam hal ini adalah UU Pers dan juga ketentuan UU HAM, yang juga di dalamnya mengatur ketentuan mengenai pembatasan.”

Prinsip perlindungan yang dianut oleh ketentuan UU Pers pun juga ditunjukan kepada setiap jurnalis tanpa melihat kedudukan dan nasionalitasnya.

“Dengan demikian, pembatasan hanya boleh dilakukan berdasarkan hukum, dan sepanjang sesuai dengan prinsip kebutuhan dan proporsionalitas.”

Selain melanggar aturan, penerbitan SE tersebut justru akan memperburuk citra Indonesia soal kebebasan pers di mata dunia.

Hal itu terlihat saat, Freedom House menempatkan Indonesia di urutan ke-49, bersama Albania, Komoro, Kosovo, Malawi, dan Panama, dalam hal situasi kebebasan pers.

Posisi ini berada jauh di bawah Papua Nugini, Suriname, dan Tonga yang bahkan sudah masuk dalam kualifikasi bebas bagi pers pada 2015.

“Indeks kebebasan pers Indonesia berada di peringkat 138 dari 180 negara yang dinilai oleh World Press Freedom Index pada 2015,” katanya.

Dalam kesempatan terpisah, Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, mengelak jika dianggap melakukan pembatasan terhadap jurnalis asing dalam melakukan tugasnya di Indonesia.

“Kami tidak membatasi dan kami tidak mungkin mengikuti mereka saat peliputan. Kami hanya ingin jurnalis asing menaati prosedur wajib itu,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper