Bisnis.com, JAKARTA--Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau Kontras meminta pemerintah dan DPR memasukkan pasal pemidanaan tindak pidana penyiksaan ke dalam Rancangan Undang-Undang KUHP.
Yati Andriyani, Wakil Koordinator Bidang Advokasi Kontras, mengatakan saat ini masih banyak praktik penyiksaan yang dilakukan oleh aparat keamanan sebagai bentuk penghukuman. Untuk itu, pemerintah dan DPR harus mengatur tegas mengenai pemidanaan terhadap tindak penyiksaan.
Dalam empat bulan terakhir saja, kami menerima empat pengaduan kasus penyiksaan yang dilakukan oleh anggota Polri dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum, katanya di Jakarta, Selasa (25/8).
Yati menuturkan empat kasus dugaan penyiksaan oleh anggota Polri tersebut mengakibatkan tujuh orang tewas, dan 16 orang lainnya luka-luka.
Menurutnya, Kapolri harus berani memberikan hukuman tegas kepada anggotanya yang melakukan penyiksaan, agar menimbulkan efek jera. Proses hukum yang dilakukan kepada para tersangka pun harus dilakukan secara transparan dan akuntabel, agar masyarakat mendapatkan kepastian penanganannya.
Dia menyebutkan Komnas HAM, Ombudsman, Kompolnas, dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia, harus meningkatkan pengawasannya terhadap proses tersebut. Dengan begitu, lembaga pengawas dapat mencegah praktik penyiksaan dan kekerasan yang terjadi selama proses penyidikan.
Kapolri seharusnya meningkatkan kemampuan dan pengetahuan bagi anggotanya dalam melaksanakan pengusutan dugaan tindak pidana, termasuk proses pengimpulan bukti, ujarnya.
Dia juga menyebutkan dalam beberapa kasus yang terjadi terindikasi upaya kriminalisasi terhadap korban atau keluarga, dalam bentuk pelaporan balik tindak pidana hang dimaksudkan untuk membuat korban dan keluarga bungkam.