Bisnis.com, JAKARTA — Tubagus Hasanudin, politisi PDIP sekaligus anggota Komisi I DPR, mengatakan terdapat tujuh proyek baru di kompleks gedung parlemen yang sama sekali belum dibahas secara tuntas dengan seluruh anggota.
“Bahkan saya yang ditunjuk sebagai ketua pembahas itu di tingkat fraksi, belum pernah diajak bicara dengan fraksi lainnya, BURT, atau bahkan pimpinan DPR,” kata politisi dengan panggilan TB itu di kompleks gedung parlemen, Rabu (19/8/2015).
Menurutnya, seluruh keputusan DPR yang menyangkut penggunaan anggaran harus dipaparkan secara gamblang di depan selurung anggota saat sidang paripurna.
“Kan sampai saat ini belum ada paripurna tentang [tujuh proyek pembangunan gedung] itu.”
Untuk itu, Tubagus mengapresiasi sikap Presiden Joko Widodo yang enggan menandatangani prasasti tujuh proyek tersebut.
“Hal itu dilakukan karena Presiden menilai semua belum jelas,” tuturnya.
Soal kelayakan, Ketua Fraksi PKB Helmy Faisal menilai gedung Parlemen ini sudah tidak layak untuk ditempati.
“Namun apa keputusannya, silakan dikaji mendalam. Jika dana terbatas, DPR harus memilih dengan skala prioritas. Jangan sampai mengganggu anggaran untuk rakyat,” katanya.
Menurutnya, pembangunan tersebut harus dikaji sesuai dengan fungsi dari pembangunan gedung.
“Intinya, kualitas anggota DPR harus dibangun, sarana prasarana juga harus dibangun.”
Terkait pembangunan proyek tersebut, DPR juga telah menyayembarakan desain tujuh gedung di kompleks gedung parlemen yang baru dengan hadiah total sebesar Rp500 juta.
“Sayembara desain arsitektur itu digelar atas kerjasama antara Sekretariat Jenderal DPR dan Ikatan Arsitektur Indonesia (IAI) Jakarta,” kata Ahmad Djuned, Ketua Tim Pembangunan Gedung DPR.
Menurut Djuned, besaran hadiah tersebut tidak lebih dari 10% total pagu yang sudah dianggarkan dalam APBN perubahan 2015 dengan total Rp6,18 miliar.
“Dengan diadakannya sayembara, maka itu bisa diartikan sebagai bentuk efisensi anggaran,” ujarnya.
Kedati demikian, Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) meminta kepada DPR untuk membatalkan sayembara itu.
“Anggaran pembangunan belum ada, tapi kenapa sudah disayembarakan?” tanya Yenny Sucipto, Sekjen Fitra.
Selain itu, dasar hukum sayembara tersebut juga janggal.
“Seharusnya yang digunakan adalah Peraturan PU No. 45/2007 tentang Prosedur Pembangunan Gedung Negara. Namun yang digunakan adalah UU No. 11/2010 tentang cagar budaya,” gugatnya.