Kabar24.com, JAKARTA — Kementerian Dalam Negeri mengaku sudah menyiapkan penjabat sementara wali kota dan bupati empat daerah yang pilkadanya ditunda karena hanya ada calon tunggal.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan penjabat itu untuk Kabupaten Blitar, Tasikmalaya, Timor Tengah Utara, serta Kota Mataram yang saat ini seluruh tahapan pilkadanya sudah dihentikan oleh KPU.
Itu terjadi karena tidak memenuhi syarat penyelenggaraan pilkada yang harus diikuti minimal dua pasangan calon.
“Kami suah menyiapkan penjabat. Termasuk empat daerah yang pilkadanya ditunda pada 2017,” kata Tjahjo di Kompleks Gedung Parlemen, Kamis (13/8/2015).
Sesuai aturan, para penjabat tersebut akan dilantik oleh Mendagri menggantikan wali kota dan bupati yang habis masa jabatannya, namun belum bisa menyelenggarakan pilkada.
Namun, untuk penjabat penggati gubernur, itu wewenang Presiden.
Soal masa jabatan penjabat yang hanya enam bulan, Tjahjo meminta kepada publik untuk tidak memusingkan hal itu. “Masa jabatan dari penjabat bisa diperpanjang. Diperpanjang sampai lima tahun pun enggak ada masalah kok.”
Selain itu, pemerintah juga akan mengeluarkan Peraturan Mendagri agar penjabat bisa membuat dan mengesahkan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD).
“Saya yakin bisa. Kami akan keluarkan permendagri,” terang Tjahjo.
Menurut Mendagri, gagalnya penyelenggaraan pilkada karena hanya diikuti oleh calon tunggal itu bukan sepenuhnya kegagalan KPU sebagai penyelenggara.
“Itu karena UU No. 8/2015 tentang pilkada tidak mengatur teknis pelaksanaan pilkada dengan calon tunggal,” ujarnya.
Kendati demikian, adanya pilkada dengan calon tunggal itu belum memerlukan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). “Cuma empat dari 269 daerah. Jadi belum urgent,” kata Tjahjo.
Namun untuk pelaksanaan pilkada serentak 2017 dan periode selanjutnya, paparnya, pemerintah sudah mengusulkan kepada DPR untuk merevisi UU Pilkada, UU Parpol, UU Pilpres dan Pileg serentak.
“Kami sudah cek, dan kami akan revisi. UU itu merupakan kesalahan karena baik DPD, DPR, dan pemerintah sama sekali tidak memikirkan adanya risiko calon tunggal,” tegasnya.