Bisnis.com, JAKARTA--Wakil Presiden Jusuf Kalla mendukung rencana revaluasi aset PT perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk memperbaiki neraca keuangan demi memperluas ekspansi perseroan.
Selama ini, kebijakan perjanjian mengandung sewa (ISAK 8) yang ada menyebabkan utang independent power producer (IPP) dibebankan kepada PLN. Revaluasi aset dilakukan untuk memisahkan utang IPP dari neraca liabilitas pada laporan keuangan PLN. Dengan begitu, neraca keuangan perseroan lebih baik dan memiliki kemampuan dalam melakukan pinjaman dana.
Jusuf Kalla menilai revaluasi aset hanya merupakan masalah teknis akuntansi yang bisa diselesaikan dengan sederhana. Utang IPP bisa dikeluarkan dari neraca PLN karena pada dasarnya utang memang bukan kewajiban perseroan melainkan beban sewa perusahaan swasta.
“Itu masalah teknis, akuntansi saja, pasti bisa dikeluarkan [dari neraca keuangan PLN] karena itu utang IPP, yang berutang swasta buka PLN. Jadi tidak harus masuk kewajibannya,”jelasnya, di Kantor Wakil Presiden.
Berdasarkan laporan keuangan PLN per 31 Maret 2015, total utang perseroan mencapai Rp482 triliun atau meningkat dari proporsi utang periode yang sama tahun lalu Rp468 triliun.
Porsi kewajiban terbanyak ialah utang sewa pembiayaan yang mencapai Rp134,4 triliun, utang obligasi dan sukuk ijarah Rp85 triliun, utang imbalan kerja Rp56,6 triliun, dan penerusan pinjaman Rp27,9 triliun.