Kabar24.com, JAKARTA - Masyarakat Bandung patut berbangga karena kota ini menjadi lokasi mesin cetak Alquran Braille yang tertua di dunia saat ini.
Mesin cetak Alquran Braille - Alquran khusus untuk penyandang tuna netra - itu milik Percetakan Yayasan Penyantun Wyata Guna (YPWG) yang terletak di Jalan Pajajaran, Bandung.
YPWG merupakan satu-satunya percetakan yang mencetak Alquran Braille dengan mesin konvensional. Percetakan ini didirikan oleh Sri Sudarsono, adik Presiden ke-3 Indonesia BJ. Habibie dan Rosikin, seorang tuna netra serta beberapa orang lainnya.
Kepala Percetakan YPWG, Ayi Ahmad Hidayat mengatakan Alquran Braille dicetak dengan mesin tua yang sering disebut Braille Press. Konon mesin tersebut merupakan mesin cetak Alquran Braille tertua dan satu-satunya yang masih berfungsi di dunia hingga kini.
"Mesin ini berasal dari lembaga bernama Hellen Keller Internasional yang memesan mesin khusus tuna netra. Dibuat hanya enam unit dan disebar ke seluruh dunia. Salah satunya ke Indonesia. Dan ini satu-satunya yang masih berfungsi," kata Ayi.
Dalam pembuatan Alquran Braille ini harus melalui beberapa tahap. Pertama, menyalin naskah Alquran biasa ke huruf braille dengan mesin bernama Stereo Tiper. Kedua, hasil salinan dikoreksi, setelah dinyatakan tidak ada masalah, baru digandakan dengan mesin Braille Press. Setelah melewati tahapan tersebut, barulah Alquran Braille di jilid per juz.
Ada yang unik dalam membaca Alquran Braille tersebut. Bila biasanya Alquran dibaca dari kanan ke kiri, maka Alquran Braille dibaca dari kiri ke kanan. "Bacanya beda ini dari kiri ke kanan," kata Ayi.
Satu set Alquran braille tersebut dibanderol dengan harga Rp 1,5 sampai Rp 1,8 juta dengan berat bisa mencapai 25 kilogram per set.
YPWG bisa mencetak tiga sampai empat set Alquran braille. Dalam setahun bisa mencetak sampai 1.000 set yang disebar ke seluruh Indonesia. Alquran Braille ini juga diekspor ke beberapa negara seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Kuwait dan Iran.
Menurut Ayi, hasil tersebut dinilai lebih produktif daripada mesin modern dengan metode print out. Dari kualitas pun, hasil cetak konvensional dinilai lebih baik dibandingkan dengan hasil cetak modern.
Namun percetakan Alquran Braille tak luput dari kendala. Karena mesin terhitung sudah tua, mesin tersebut sering rusak. Maka untuk menjaga keawetan mesin, Ayi selalu menyediakan stamplet dan oli.
"Kadang-kadang mesinnya ngadat, namanya juga mesin tua. Tapi sekarang kami sudah tahu. Tinggal siapkan stamplet, oli dan doa," ujarnya tersenyum.
Ayi mengatakan bahwa pekerjaannya membuat Alquran Braille merupakan bentuk pengabdiannya pada agama dan kepeduliannya pada kaum tuna netra.
"Bekerja membuat Alquran Braille merupakan panggilan hati saya. Saya sangat terinspirasi oleh beberapa kaum tuna netra yang walaupun dalam keterbatasannya masih semangat belajar Alquran," ujarnya.
Dia berharap semakin banyak orang yang peduli terhadap kaum tuna netra dan banyak menghibahkan hartanya dalam bentuk Alquran Braille. "Semoga semakin banyak yang hibah Alquran Braille".