Bisnis.com, JAKARTA—Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menemukan sejumlah kejanggalan yang dilakukan penyidik dalam kasus penganiayaan Ramadhan Suhudin.
Putri Kanesia, Kepala Divisi Pembelaan Hak Sipil dan Politik Kontras, mengatakan pihaknya menemukan empat kejanggalan dalam proses penyidikan terhadap sembilan anggota Opsonal Jatanras Polresta Samarinda.
Pertama, penyidik baru memasukkan ketentuan UU Perlindungan Anak untuk menjerat tersangka, setelah berkasnya 10 kali dikembalikan pihak Kejaksaan.
“Kejanggalan kedua, penyidik hanya membebankan tindak kejahatan yang dilakukan secara bersama-sama kepada M Anwar yang juga anggota Opsonal Jatanras Polresta Samarinda,” katanya melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (8/5).
Putri menuturkan delapan anggota Opsonal Jatanras Polrestas Samarinda lainnya hanya dijadikan saksi, meskipun terbukti melakukan penyiksaan kepada korban. Kejanggalan ketiga, penyidik hanya memasukkan keterangan AS dan LB yang ditangkap bersama Ramadhan Suhudin sebagai saksi.
Menurutnya, penyidik telah mengancam AS dan LB untuk tidak hadir saat rekonstruksi peristiwa, meskipun telah memberikan testimoninya. Kejanggalan terakhir, penyidik menyebutkan kematian korban disebabkan korban jatuh dari motor karena over dosis minuman keras.
“Kejanggalan tersebut menunjukkan masih ada diskriminasi dan ketidakseriusan aparat penyidik dalam mengungkap kasus yang melibatkan anggota Polri,” ujarnya.
Kematian Ramadan bermula penangkapan yang dilakukan kepada dirinya oleh personel Polersta Samarinda. Ramadan yang saat itu berusia 16 tahun diduga terlibat pencurian kendaraan bermotor bersama enam orang lainnya.
Ramadhan mendapatkan penyiksaan saat diperiksa di Kantor Polresta Samarinda pada 16 Oktober 2011. Sebelum meninggal dunia, Ramadan sempat muntah-muntah, dan tidak sadarkan diri.