Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Tiga Pasal Siluman pada UU Pilkada Menurut Anggota DPR

DPR bakal heboh setelah kasus pasal siluman muncul kembali pada UU No 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota (Pilkada). Pasalnya, ada tiga pasal yang muncul dan hilang dalam UU tersebut.
Suasana rekapitulasi suara pemilu. / Antara
Suasana rekapitulasi suara pemilu. / Antara

Bisnis.com, JAKARTA—DPR bakal heboh setelah kasus pasal siluman muncul kembali pada UU No 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota (Pilkada). Pasalnya, ada tiga pasal yang muncul dan hilang dalam UU tersebut.

Anggota Komisi II DPR, Frans Agung MP Natamenggala, mengatakan perdebatan pemilihan kepala daerah langsung atau tidak langsung sudah selesai dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1 Tahun 2014 bahwa Pilkada dilaksanakan secara langsung.
Perppu tersebut disetujui DPR secara àklamasi menjadi UU No 1 Tahun 2015 dan UU No 8 Tahun 2015 tentang Perubahan UU No 1 Tahun 2015.

Namun demikian, produk legislasi itu menjadi cacat ketika muncul pasal yang sebelumnya tidak pernah ada dalam UU atau pasal yang sudah dibahas dan disahkan di paripurna DPR pada 17 Februari 2015, ujarnya. Frans kemudian menyebutkan pasal-pasal yang bermasalah tersebut.

Pertama, Pasal 42 Ayat 7 UU No 1 Tahun 2015 yang disetujui DPR menyebutkan, "Pendaftaran calon gubernur dan calon wakil gubernur, pasangan calon bupati dan calon wakil bupati, serta pasangan calon walikota dan calon wakil walikota selain pendaftarannya ditandatangani oleh ketua dan sekretaris partai politik, jugà harus disertai surat persetujuan dari pengurus partai politik tingkat pusat."  “Pasal ini  hilang atau tidak ada dalam UU No 8 Tahun 2015,” ujarnya kepada wartawan, Jumat (24/4/2015).

Kedua, Pasal 87 Ayat 4 UU No 1 Tahun 2015 berbunyi, "Jumlah surat suara di TPS sama dengan jumlah pemilih yang tercantum di dalam DPT dan daftar pemilih tambahan ditàmbah dengan 2,5% dari daftar pemilih tetap sebagai cadangan." Untuk pasal ini Frans mengaku tidak pernah dibahas dan disetujui dalam paripurna DPR dan perubahan UU No 1 Tahun 2015.

"Tetapi anehnya, pasal ini justru muncul dalam UU No 8 Tahun 2015," katanya.

Sedangkan Pasal 71 Ayat 2 UU No 1 Tahun 2015 mengatakan, "Pengisian jabatan hanya dapat dilakukan untuk mengisi kekosongan jabatan. Penjelasan pasal ini tidak pernah dibahas dan disetujui dalam paripurna DPR dalam perubahan UU No 1 Tahun 2015, katanya.

Akan tetapi, penjelasan Pasal 71 Ayat 2 UU No 8 Tahun 2015  yang berbunyi, "dalam hal terjadi kekosongan jabatan, maka gubernur, bupati dan walikota menunjuk pejabat pelaksana tugas" justru muncul di UU baru ini.

"Saya menyayangkan kejadian ini. Kami minta pemerintah mengklarifikasi hal ini," kata politisi Partai Hànurà dari dapil Lampung I tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper