Bisnis.com, JAKARTA—PT Bank DBS Indonesia telah mencabut permohonan restrukturisasi utangnya terhadap PT Baruna Shipping Line dan Jeo Tjin Bok atas tagihan senilai Rp63,46 miliar.
Namun, Bisnis belum bisa mendapatkan keterangan resmi mengenai alasan pencabutan permohonan tersebut. Ketika dikonfirmasi, kuasa hukum PT Bank DBS Indonesia Syahril Ridho mengaku tidak bisa memberikan tanggapan kepada media massa.
"Saya tidak bisa berkomentar, tunggu rilis dari prinsipal saja," kata Syahril kepada Bisnis, Minggu (12/4/2015).
Berdasarkan situs resmi Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, perkara No. 25/PKPU/2015/PN.Jkt.Pst tersebut telah dicabut pada 26 Maret 2015. Ketua majelis hakim yang memutus pencabutan gugatan tersebut adalah Bambang Kustopo.
"Menyatakan sah pencabutan permohonan yang dilakukan oleh penggugat," kata Bambang dalam amar putusan yang dikutip Bisnis dalam situs sistem informasi penelusuran perkara, Jumat (10/4/2014).
Penetapan pencabutan gugatan tersebut dibacakan majelis selang 2 hari sejak sidang pertama pada 24 Maret 2015 atau saat perkara tersebut baru memasuki tahap jawaban dari para termohon.
Dalam berkas permohonan perkara tersebut Bank DBS Indonesia mengklaim memiliki piutang kepada termohon I dan penjaminnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih sejak 1 Frebruari 2015.
Pemohon menjelaskan piutang tersebut berasal dari sejumlah fasilitas pinjaman perbankan yang diberikan kepada termohon I dalam rentang waktu 2009 hingga 2010.
Baruna Shipping Line merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perkapalan untuk mengangkut barang, sedangkan Jwo Tjin Bok selaku penjamin pribadi.
Perkara tersebut bermula saat pemohon memberikan fasilitas pinjaman perbankan dalam bentuk Amortising Term Loan Facility sebesar Rp35 miliar. Kredit tersebut disahkan dalam Akta Perjanjian Fasilitas Perbankan No. 135 pada 26 November 2009.
Tujuan pemberian fasilitas pinjaman tersebut untuk pengembangan usaha angkutan laut termohon I guna membeli unit kapal. Para pihak sepakat menandatangani perubahan pertama dan perpanjangan atas Perjanjian Fasilitas Perbankan No. 044/PFPA-DBSI/II/2010 setelah diterimanya fasilitas pinjaman tersebut pada 8 Februari 2010.
Baruna kembali mendapatkan penambahan fasilitas pinjaman perbankan berdasarkan Akta Perjanjian Fasilitas Perbankan No. 195 mengenai perubahan dan penegasan kembali perjanjian fasilitas perbankan pada 29 Oktober 2010.
Pinjaman tersebut terdiri dari empat jenis fasilitas yakni Amortizing Term Loan Facility (ATL 1) maksimum sebesar Rp30,9 miliar, ATL 2 maksimum Rp38 miliar, ATL 3 maksimum Rp6 miliar, dan Uncommitted revolving credit facility maksimum Rp5 miliar.
Dalam perkembangannya, sejak November 2013 termohon I belum membayar kewajibannya baik pokok, bunga, maupun denda. Pemohon PKPU telah mengirimkan surat somasi sebanyak tiga kali sejak 11 Desember 2013 hingga 27 Januari 2014 guna memberikan peringatan akan melakukan segala tindakan hukum.
Pemohon mengklaim seluruh utang termohon yang telah jatuh tempo sebesar Rp63,460 miliar dengan rincian utang pokok sebesar Rp53,532 miliar dan bunga sejumlah Rp9,927 miliar. Pemohon PKPU memperkirakan termohon I dan termohon II tidak dapat melanjutkan pembayaran utangnya.