Kabar24.com, JAKARTA— Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengesahkan kepengurusan Golkar di bawah kepemimpinan Agung Laksono.
Kubu Golkar versi Agung Laksono berencana mengganti Setya Novanto sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Namun, ternyata tak mudah bagi kubu Agung melibas Setya Novanto dari posisinya.
"Soalnya, partai hanya berhak mengusulkan," kata peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Lucius Karus saat dihubungi, Selasa (10/3/2015).
Setelah itu, kata Lucius, pemilihan dan pemberhentian pimpinan DPRD merupakan otoritas anggota parlemen.
Menurut Lucius, jika harus melibas Setya Novanto, kubu Golkar versi Agung harus menghitung Pasal 34 Tata Tertib DPR yang menyebut pimpinan berhenti dari jabatannya karena tiga hal, yaitu meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan. Pasal 37 huruf e menyatakan salah satu bentuk pemberhentian adalah diusulkan oleh partai politik pengusung.
Selain itu, juga ada Pasal 41huruf a menyatakan partai politik mengajukan usulan pemberhentian kepada salah satu pimpinan Dewan. Setelah itu, pimpinan Dewan akan menyampaikan usulan pemberhentian ini kepada sidang paripurna.
Pasal 41 huruf c menyatakan keputusan pemberhentian pimpinan Dewan mesti mendapatkan persetujuan dengan suara terbanyak dan ditetapkan melalui rapat paripurna.
Lucius menyebut kekuatan koalisi pendukung Prabowo masih lebih besar ketimbang koalisi pendukung Jokowi. Total pendukung Prabowo di DPR sebanyak 261 kursi, sedangkan pendukung Jokowi berjumlah 246 kursi. Demokrat memilih berposisi sebagai penyeimbang.