Mega Anjaswati, siswi Kelas X, Jurusan Tata Busana SMKN 2 Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul, hampir saja pupus sekolah. Namun, program beasiswa menyelamatkan impiannya.
Gedangsari cukup jauh dari pusat kota. Warganya kebanyakan bertani di lahan yang tidak terlalu subur atau mengerjakan kerajinan batik skala kecil. Akibatnya, banyak warga yang terpaksa merantau ke berbagai kota besar untuk memperoleh pekerjaan. Anak-anak pun menjadi korban, putus sekolah karena ketidakmampuan ekonomi.
Mega menceritakan setelah tamat dari SMP, dia sempat tidak berniat melanjutkan sekolah. Penghasilan ayahnya sebagai sopir taksi tidak mampu memenuhi keinginan Mega untuk melanjutkan pendidikan. Apalagi, tiga orang adiknya yang masih kecil masih harus bersekolah. Sebagai sulung, Mega pun mengalah.
“Waktu itu maunya membantu ayah dan ibu saja,” ujar saat menjahit pakaian di ruang praktikum gedung baru SMKN 2 Gedangsari, Kamis (5/3). Sesekali kedua tangan Mega membetulkan posisi kain yang sedang ia jahit.
Dalam situasi pasrah sulit seperti itu, Mega mendapat beasiswa dari PT Astra Internasional Tbk. melalui Yayasan Pendidikan Astra-Michael D. Ruslim (YPA-MDR).
Mega tak mau menyia-nyiakan kesempatan itu meskipun harus menempuh perjalanan sejauh lima kilometer dari rumah menuju ke sekolah.
“Selama ini saya hidup bersama nenek di Gedangsari. Senang banget bisa sekolah di sini. Semua fasilitas baru dan lengkap. Saya ingin menjadi pengusaha batik. Masih baru belajar membuat busana anak,” tutur Mega sambil tersenyum.
Tak hanya Mega, Insiatun, siswi kelas X, juga rela mengayuh sepeda sejauh 10 kilometer dari rumah ke SMKN 2 Gedangsari. Di wilayah itu memang tidak ada angkutan desa.
Insiatun juga menerima beasiswa pendidikan dari Astra Internasional. Sebelumnya dia tidak yakin bisa melanjutkan pendidikan. Ayahnya hanya tukang bakso ojek.
“Jadi saya senang bisa terus sekolah. Meski harus bersepeda, saya harus melanjutkan pendidikan. Kalau bisa sampai kuliah. Untung di sini semua fasilitasnya lengkap. Jadi enggak perlu jauh-jauh sekolah ke luar Gedangsari. Semua ada di sini,” kata dia.
Direktur Astra Djoko Pranoto mengatakan melalui YPA-MDR, Astra membangun gedung baru di SMKN 2 Gedangsari karena terbatasnya ruang kelas dan fasilitas yang tersedia di gedung sekolah induk. YPA-MDR juga memberi sejumlah program pembinaan dan pendampingan di sekolah itu dengan harapan agar para siswa sekolah kejuruan Tata Busana itu mendapatkan fasilitas memadai untuk belajar.
Djoko menambahkan, Astra berniat memberikan kesempatan generasi muda di berbagai daerah mendapatkan pendidikan yang bermutu.”Seperti pernah diungkapkan almarhum Pak Michael Ruslim, Indonesia akan maju bila penduduknya diberi kesempatan yang sama menikmati pendidikan yang baik.”
Tidak hanya sekadar membangun gedung sekolah, YPA-MDR pun mengarahkan agar kegiatan pendidikan di sekolah tersebut mampu mengembangkan potensi daerah setempat. Pembinaan kepada SMKN 2 Gedangsari ini difokuskan pada kegiatan pembelajaran yang mengembangkan potensi siswa di program keahlian tata busana batik.
“Jadi program pembinaan yang terintegrasi dan berkesinambungan dari SD, SMP dan SMK ini nantinya dapat mendukung pengembangan potensi Gedangsari sebagai satu sentra batik,”papar Djoko.
Gedung SMKN 2 Gedangsari yang dibangun YPA-MDR ini seluas 2.600 m2 ini selain terdiri dari ruang kelas, juga dilengkapi dengan ruang laboratorium bahasa dan komputer, ruang unit produksi dan teaching factory, ruang peragaan busana serta showroom batik.
Hasil karya batik anak-anak SMKN 2 Gedangsari tidak main-main. Sejumlah karya mereka sempat digunakan para model dalam Jogja Fashion Festival beberapa waktu lalu. Impian membuat kawasan Gedangsari menjadi sebuah kawasan sentra batik bukan khayalan belaka.
Tidak heran program pengembangan pendidikan berbasis potensi lokal yang dikembangkan Astra ini mendapatkan apresiasi dari Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan.
Anies mendukung pelaku dunia usaha turut mendirikan sekolah-sekolah di berbagai wilayah dengan memperhatikan kearifan dan potensi setempat.
“Pemilihan lokasi di Gedangsari ini juga sangat tepat. Ini tidak hanya bisa memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk terus melanjutkan pendidikan, tetapi juga turut membantu program pengentasan kemiskinan,” kata Anies.
Dia menjelaskan pendidikan yang berbasis pada potensi lokal memungkinkan anak untuk tetap tinggal di desa.
“Selama ini orang tua seringkali mengirimkan anak mereka untuk bersekolah ke kota. Secara tidak langsung, ini mengajarkan berurbaninasi. Dengan model sekolah seperti di Gedangsari, laju urbanisasi bisa dikurangi,” ujar dia.
Harapan Mendikbud itu akan diwujudkan oleh Mega, Insiatun dan teman-temannya menjadi pengusaha batik suatu saat nanti.