Bisnis.com, JAKARTA—Lembaga pegiat hak asasi manusia Amnesty International menyatakan Indonesia seharusnya memilah-milah permohonan grasi terpidana mati berdasarkan kasus per kasus.
"Kami mendesak Presiden Joko Widodo untuk mengubah kebijakannya sebelum catatan HAM awalnya lebih tercemar lagi."
Dia menambahkan eksekusi juga akan mengurangi kredibilitas Indonesia untuk berbicara tentang HAM di level regional dan global, termasuk menyelamatkan nyawa warga negara Indonesia yang terancam hukuman mati di negara lain.
Menurutnya, eksekusi ini harus segera dihentikan karena salah satu terpidana mati pria telah didiagnosa menderita paranoid schizophrenia," kata Rupert Abbott, Direktur Riset Amnesty Internasional Asia Tenggara sebagaimana dikutuip BBC.co.uk, Jumat (6/3/2015).
Terpidana yang disebut mengalami masalah kejiwaan adalah Rodrigo Gularte. Seorang kerabat Rodrigo, Angelita, dalam wawancara dengan BBC mengatakan bahwa Rodrigo "tidak menyadari apa yang terjadi."
"Kalau saya datang untuk menjenguknya, dia akan bercerita, ngobrol seperti tidak terjadi apa-apa. Ia tidak menyadari apa yang terjadi dan apa nasib yang akan menimpanya," kata Angelita.
Karena alasan itulah Amnesty meminta Indonesia mempertimbangkan permohonan grasi atas dasar kasus per kasus untuk mereka yang dihukum mati.