Bisnis.com, BOGOR - Presiden Joko Widodo menegaskan penundaan eksekusi mati terhadap narapidana kasus narkoba asal Australia yang disebut "Bali Nine" tidak terkait dengan desakan dari pemerintah Negeri Kanguru.
"Ndak ada, ini kedaulatan hukum kita. Ini saya kira masalah teknis, masalah lapangan. Tanyakan ke Jaksa Agung," ujarnya, di sela rapat koordinasi dengan Wali Kota se-Indonesia di Istana Bogor, Jumat (20/2/2015).
Sebelumnya, Perdana Menteri Australia Tony Abbott menyinggung soal bantuan sosial senilai US$1 miliar kepada Indonesia untuk penanggulangan bencana Tsunami di Aceh pada 2004. Abbott minta pemerintah Indonesia membalas kebaikan Australia saat itu untuk kasus eksekusi mati dua orang warga negaranya.
"Kemarin sudah telepon ke Pak Wapres, sudah dijelaskan bahwa maksudnya bukan itu," kata Jokowi.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Presiden Jusuf Kalla menjelaskan pada Kamis (19/2/2015), Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop menghubungi untuk menjelaskan pernyataan Abbott yang seolah-olah mengaitkan bantuan Tsunami Aceh dengan eksekusi mati Myuran Sukumaran dan Andrew Chan.
Menurut JK, dalam perbincangan via telepon tersebut, Bishop menuturkan niat Australia untuk terus menjalin kerjasama dalam bidang ekonomi, pertahanan, dan perang terhadap narkoba.
"Jadi Menlu Bishop menjelaska bahwa salah pengertian itu. Ingin mengatakan sejak dulu hubungan Indonesia-Australia bagus, termasuk pada waktu tsunami itu partisipasi Australia baik. Ini dimaksudkan bahwa Australia mau melanjutkan kerja sama itu," tutur JK.
Kalla menambahkan pemerintah Australia mengerti bahwa hukum Indonesia mengenal hukuman mati bagi gembong narkotika yang vonisnya diputuskan oleh Mahkamah Agung dan eksekusinya dilakukan oleh Kejaksaan Agung.
"Jangan lupa, bukan Presiden yang memutuskan itu. Ini mahkamah pengadilan yang independen objektif. Jadi ini objektivitas pengadilan, bukan presiden," kata JK.
Sementara itu, Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan eksekusi terpidana mati bukan hal yang sederhana dan menyenangkan untuk dilakukan, tetapi harus dilaksanakan untuk penegakan hukum. Saat ini, pihak Kejaksaan sedang mematangkan persiapan eksekusi terpidana mati gelombang kedua.
Prasetyo menuturkan pelaksanaan eksekusi melibatkan banyak pihak, seperti Kepolisian, Kantor Wilayah Kementerian Agama, lokasi isolasi, rohaniawan pendamping, dan keamanan. Hal itu membuat pelaksanaan eksekusi terpidana mati membutuhkan waktu persiapan lebih lama.