Bisnis.com, JAKARTA—Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai UU No. 20/2001 tentang KPK tidak perlu direvisi oleh DPR karena masih sesuai dengan misi pemberantasan korupsi.
Zulkarnaen, salah satu Wakil ketua KPK, mengatakan UU KPK mash bagus untuk dilaksanakan dan tidak perlu masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2015-2019. “Semua masih sesuai, apalagi untuk landasan peta jalan dan rencana kerja kami,” katanya di Kompleks Gedung Parlemen, Selasa (10/2/2015).
Saat ini, dengan UU tersebut, KPK sudah bisa menjalankan tugas pokok dan fungsinya secara lancar, termasuk berkoordinasi dan memberikan supervisi kasus korupsi yang ada di daerah. “Dari hasil selama ini, semua pihak bisa mengaudit kinerja kami.”
Meskipun begitu, Zulkarnaen enggan berpendapat bahwa latar belakang revisi UU KPK adalah kerap terjadinya polemik KPK versus Polri. “Revisi itu wewenang DPR. Saya enggak mau berpendapat lebih jauh. Tapi sebagai pelaksana UU, saya kira UU itu masih bagus.”
Saat ini, DPR memasukkan UU KPK masuk dalam prioritas untuk direvisi. Dalihnya, UU itu butuh penyesuaian. “Saya pikir UU KPK bisa menyesuaikan dengan UU Korupsi karena korupsi masuk dalam pidana masif, sistemik, dan luar biasa. Dengan UU pemberantasan korupsi artinya itu yang prioritas, artinya uu pemberamtasan korupsi itu jadi prioritas.”
Selain UU KPK, DPR juga memasukkan UU Polri dan UU Kejaksaan dalam prolegnas. “Revisi UU tiga lembaga penegak hukum ini baru dapat dibahas setelah pembahasan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana selesai dibahas. Pembahasan KUHP ini menjadi pintu masuk pembahasan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,” kata Firman Subagyo, Ketua Badan Legislasi.
Firman memastikan, tidak ada pelemahan untuk KPK dalam pembahasan revisi UU KPK. “Kami hanya akan menyelaraskan UU KPK dengan UU penegak hukum lainnya. Wacananya a.l. terkait dengan penyadapan yang harus seizin pengadilan dan SP3,” katanya.
Wakil ketua DPR Fadli Zon menganggap revisi UU KPK sangat penting untuk membuat KPK lebih akuntabel dan transparan.