Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

2015, Industri Rokok Jatim Di Ujung Tanduk

Kendati berhasil mendongkrak penerimaan cukai di tingkat provinsi dan nasional, industri rokok Jawa Timur diperkirakan semakin kembang kempis tahun ini setelah lebih dari 300 pabrik tutup pada 2014.
Kendati berhasil mendongkrak penerimaan cukai di tingkat provinsi dan nasional, industri rokok Jawa Timur diperkirakan semakin kembang kempis tahun ini setelah lebih dari 300 pabrik tutup pada 2014./JIBI
Kendati berhasil mendongkrak penerimaan cukai di tingkat provinsi dan nasional, industri rokok Jawa Timur diperkirakan semakin kembang kempis tahun ini setelah lebih dari 300 pabrik tutup pada 2014./JIBI

Bisnis.com, SURABAYA — Kendati berhasil mendongkrak penerimaan cukai di tingkat provinsi dan nasional, industri rokok Jawa Timur diperkirakan semakin kembang kempis tahun ini setelah lebih dari 300 pabrik tutup pada 2014.

Anggota Asosiasi Tembakau Indonesia (ATI) Jatim HM Erlambang mengatakan 2015 akan menjadi periode yang lebih suram bagi industri berbasis tembakau di Jatim, setelah pemerintah mengetok kenaikan rerata cukai rokok menjadi 8,72% Oktober lalu.

Padahal, target kenaikan penerimaan negara dari cukai rokok tahun ini adalah Rp120,5 triliun, meningkat 8% dari 2014. Itu berarti, menurut pelaku usaha, kenaikan cukai rokok sebesar 5% saja seharusnya sudah cukup.

“Penyebab utama tekanan industri rokok di Jatim sebenarnya bukan hanya dari kewajiban memasang gambar seram, tapi terutama karena kenaikan harga cukai itu. Bagaimana tidak, margin laba dan biaya produksi hanya di-cover dari 30% harga jual,” katanya, Jumat (16/1).

Dia menggambarkan, di Jatim, rerata biaya produksi 1 pak rokok adalah Rp10.000, yang mana 70% (Rp7.000) di antaranya  dihabiskan untuk membeli pita cukai. Sementara itu, sisa Rp3.000 lainnya harus dicukupkan untuk biaya produksi termasuk margin.

Akibatnya, mau tidak mau harga jual rokok—khususnya dari industri besar—dinaikkan. “Jadi kalau dulu, tukang becak di sini masih bisa membeli merek Surya atau Sampoerna, sekarang ya hanya mampu membeli rokok marjinal yang harganya masih Rp6.000-Rp7.000/pak.”

Meskipun pemerintah berjanji kenaikan cukai rokok hanya akan menyasar industri-industri besar, sambungnya, pada kenyataannya industri skala menengah dan kecil yang harus bersaing di lini harga murah juga terdampak.

“Di satu sisi, dengan adanya kenaikan cukai ini industri rokok menengah ke bawah ada peluang. Namun ternyata, meski mereka hanya menjual Rp6.000/pak, tetap saja Rp4.000 di antaranya habis untuk bayar banderol cukai. Akhirnya, dampaknya sama saja.”

Dilaporkan pada tahun lalu jumlah pabrik rokok di provinsi beribu kota Surabaya itu merosot tajam menjadi hanya 563 pabrik. Padahal, empat tahun sebelumnya angkanya masih 1.100 pabrik.

Perusahaan raksasa seperti PT HM Sampoerna Tbk tahun lalu telah menyetop produksi dua pabrik Sigaret Kretek Tangan (SKT) di Jember dan Lumajang. Dampaknya, sebanyak 4.900 pekerja diberhentikan.

Sementara itu, menurut catatan asosiasi, di Malang tercatat hanya tinggal 40 pabrik rokok yang masih beroperasi pada 2014, dari angka 387 pabrik pada 2009.

Pada perkembangan lain, penerimaan dari cukai rokok Jawa Timur dilaporkan mencapai sekitar Rp90 triliun pada 2014. Provinsi tersebut sekaligus menjadi penyumbang terbesar—lebih dari 50%—penerimaan cukai dari lini rokok.

Pada 2010, kontribusi pendapatan cukai rokok Jatim mencapai Rp33,1 triliun, sedangkan tahun berikutnya naik menjadi Rp39 triliun. Pada 2012, angkanya kembali naik menjadi Rp43 triliun, sebelum menyentuh Rp51,3 triliun pada 2013.

Khusus untuk Kanwil DJBC Jatim I, total pendapatan cukai yang mencakup cukai rokok tercatat mencapai Rp36,17 triliun pada 2014. Angka tersebut mencapai 102,70% dari target senilai Rp35,22 triliun.

Kepala Kanwil DJBC Jatim I Agus Yulianto menjabarkan secara total pendapatan bea cukai tahun lalu adalah Rp40,23 triliun, alias menembus 100,71% dari target senilai Rp39,95 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper