Bisnis.com, YOGYAKARTA–Harga properti di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) naik rata-rata sebesar 7%-10% di atas inflasi pada 5 tahun terakhir karena didorong tingginya permintaan.
“Artinya, jika inflasi di angka 7%, maka kenaikan harga di kisaran 14% - 17%,” ujar Ketua DPD REI DIY Nur Andi Wijayanto, kepada JIBI di Yogyakarta, Kamis (11/12/2014).
Andi mengemukakan permintaan hunian di DIY, khususnya di kawasan Kota Yogyakarta dan sekitarnya, semakin tinggi dari tahun ke tahun.
Tingginya arus manusia yang datang dan menetap di DIY, khususnya dari kalangan mahasiswa, telah mendorong permintaan. Dampaknya, harga properti pun turut merangkak naik.
“Para pembeli tidak hanya orang Yogyakarta, tetapi banyak juga yang dari luar Yogyakarta. Banyak di antara mereka membeli properti untuk ditinggali, tetapi lebih banyak lagi yang membeli dengan motif investasi,” ujarnya.
Hal itu, lanjutnya, banyak terjadi pada properti yang dibeli oleh para orang tua mahasiswa. Dia mengemukakan kecenderungan yang terjadi belakangan ini adalah banyak orang tua mahasiswa yang memilih membeli hunian untuk tempat tinggal anak mereka selama kuliah di Yogyakarta.
Para orang tua memilih membeli rumah alih-laih membiarkan para anak tinggal di kosan dengan harapan peluang keuntungan di kemudian hari.
“Dengan membeli rumah, anak-anak mereka tidak perlu bayar kosan. Kemudian, setelah para anak lulus, orang tua bisa menyewakan propertinya atau menjual kembali dengan proyeksi keuntungan,” ujarnya.
Andi bercerita tren perkembangan hunian di kawasan DIY dalam beberapa waktu terakhir bergeser dari rumah pribadi yang menempel pada tanah (landed house) ke jenis hunian vertikal baik dalam bentuk apartemen maupun rumah susun. Keterbatasan lahan dan gaya hidup menjadi salah satu faktor pendorong pergeseran tren tersebut.
“Ini terutama di daerah kampus,” katanya.
Menurut dia, penjualan apartemen atau rumah susun biasanya menyasar segmen mahasiswa yang berasal dari luar Kota Yogyakarta.