Bisnis.com, JOGJA – Sekitar 1.000 buruh di DIY akan turun ke jalan di Kota Yogyakarta untuk menyampaikan aspirasi meminta revisi upah minimum dan menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Para buruh yang terdiri atas tiga elemen serikat tersebut akan beraksi dan berorasi di jalan mulai dari Taman Parkir Abu Bakar Ali dan berujung di Kompleks Kepatihan Danurejan di Kawasan Malioboro, Kota Yogyakarta, pada Kamis (11/12) pagi.
Mereka berasal dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Serikat Pekerja Nasional (SPN), dan Serikat Pekerja Mandiri Indonesia (SPMI) di wilayah DIY.
“Besok [Kamis, 11/12] kami mulai beraksi pada pukul 10.00 WIB. Massa-nya sekitar 500 – 1.000. Ini merupakan bagian dari aksi mogok nasional yang digelar serentak di seluruh Indonesia,” ujar Kirnadi, Sekjen Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY), di Yogyakarta, Rabu (10/12).
Dalam aksinya, para buruh menyampaikan sejumlah aspirasi, antara lain menolak kebijakan upah murah, meminta penghapusan kenaikan harga BBM, penghapusan sistem outsourcing, menolak pemberangusan serikat pekerja atau serikat buruh, membuat program pensiun untuk pekerja minimal senilai 75% x upah terakhir, serta menolak kriminalisasi dan kekerasan terhadap aktivis serikat pekerja atau serikat buruh.
Para buruh di DIY lebih khusus menyorot penetapan upah minimum daerah oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Para buruh menilai upah minimum yang ditetapkan melalui SK Gubernur No. 252/Kep/2014 pada 17 Oktober 2014 memberatkan para pekerja. Pada SK tersebut, nilai UMK di DIY ditetapkan naik sebesar 3% - 12% di berbagai kabupaten/kota di DIY. Sementara itu, tingkat inflasi diproyeksikan sebesar 5%.
Di sisi lain, tambahnya, masih ada faktor kenaikan harga komponen pendukung hidup yang dipicu kenaikan harga BBM pasca pemerintah menetapkan kebijakan pengurangan subsidi BBM.
Oleh karena itu, para buruh meminta Sultan dapat merevisi nilai upah minimum kabupaten dan kota di DIY agar sesuai dengan perubahan kondisi ekonomi pasca kenaikan harga BBM.
“Gubernur menetapkan upah minimum tidak berdasarkan atas kenaikan harga BBM. Pasca kenaikan BBM, terjadi inflasi luar biasa di berbagai komponen hidup buruh baik transportasi, sandang, juga pangan. Maka revisi upah minimum ini penting bagi kami,” katanya.
Dalam surat keputusannya, Gubernur menetapkan UMK Yogyakarta pada 2015 sebesar Rp1.302.500, naik 11,01% dari Rp1.173.300 pada 2014, Sleman naik 6,48% dari Rp1.127.000 (2014) menjadi 1.200.000 (2015), Bantul naik 3,45% dari Rp1.125.000 menjadi Rp1.163.800, Kulon Progo naik 6,45% dari Rp1.069.000 menjadi Rp1.138.000, dan Gunung Kidul meningkat 12,11% dari Rp988.500 menjadi Rp1.108.249.Upah minimum tersebut akan diberlakukan mulai 1 Januari 2015. (Bisnis.com)