Bisnis.com, JAKARTA - Badan Narkotika Nasional (BNN) mengungkapkan nilai bisnis ilegal narkotika di Indonesia mencapai Rp48 triliun dan merupakan yang terbesar di Asean.
Kepala BNN Anang Iskandar mengatakan masalah narkotika harus ditangani secara serius, termasuk dengan menjalin kerjasama di tingkat regional dengan negara-negara Asia Tenggara.
"Kerugian dari seluruh Asean kurang lebih Rp100 triliun dan separuh dari itu, sekitar Rp48 triliun adalah kerugian di Indonesia akibat bisnis narkoba," kata Anang di sela 3rd Asean Ministerial Meeting on Drug Matters, Rabu (3/12/2014).
Besarnya nilai bisnis ilegal narkoba di Indonesia tak terlepas dari tingginya prevalensi pengguna narkotika di Indonesia. Anang menuturkan jumlah pengguna narkotika di Indonesia yang diperkirakan mencapai 4,2 juta orang merupakan yang terbesar di Asean.
"Oleh karena itu Indonesia berkepentingan untuk menyelesaikan masalah narkotika. Karena kerugian yang terbanyak adalah Indonesia," katanya.
Anang mengakui perlu strategi yang seimbang dalam memerangi narkotika, baik dari sisi permintaan maupun dari sisi suplai. Faktor demand dinilai kurang disentuh sehingga prevalensinya terbilang tinggi.
"Selama ini, kita di Asean lebih menekankan upaya menahan suplai. Padahal faktor penting adalah mengenai demand. Inilah yang kita minta Asean bersama-sama menekan, sehingga suplai jadi kedodoran," tutur Anang.
Dalam konteks kerjasama negara-negara Asia Tenggara, Asean memiliki target untuk mewujudkan kawasan bebas narkotika pada 2015. Untuk mewujudkan target tersebut, 11 negara Asean menjalin berbagai kerjasama regional dan bilateral.
Bentuk kerjasama tersebut, papar Anang, berupa pertukaran informasi dan melakukan interdiksi. Interdiksi adalah operasi untuk memutus jaringan sindikat narkoba nasional maupun internasional dengan cara mengejar atau menghentikan orang, kapal laut, pesawat terbang atau kendaraan yang diduga membawa narkotika atau prekursor narkotika.
"Misalnya, tentang interdiksi pelabuhan-pelabuhan dan tukar menukar informasi negara-negara di Asean agar kita bisa menangkap atau menangkal sebelum masuk ke Indonesia atau di tengah laut bisa kita lakukan penangkapan," katanya.
Anang menambahkan Malaysia merupakan negara yang paling diantisipasi di Asean. Pasalnya, secara empiris kasus penyelundupan narkotika ke Indonesia paling banyak masuk dari perbatasan dengan Malaysia.
"Secara empiris memang kita dapat data pengedar narkotika dari perbatasan-perbatasan yang paling sering kita tangkap asalnya dari Malaysia," pungkasnya.