Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Indonesia meminta masukan Asian Peace and Reconciliation Council (APRC) terkait sengketa Laut China Selatan.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengungkapkan pemerintah Indonesia sangat memperhatikan sengketa Laut China Selatan yang melibatkan sejumlah negara di Asia.
Kawasan laut ini diakui sangat potensial karena menyimpan potensi jalur transportasi laut, serta cadangan minyak dan gas bawah laut.
Menurutnya, konflik di laut bukan disebabkan traffic, tetapi sumber daya alam.
“Saya paham, isu Laut China Selatan bukan tentang menggunakan laut untuk transportasi, tapi apa yang ada di bawah laut. Karena itu, APRC punya ide dan solusi bagaimana isu ini diselesaikan melalui kooperasi ekonomi di regional," ujarnya dalam forum publik Maritime Cooperation in East Asia: Opportunities and Challenges di Istana Wapres, Selasa (02/12/2014).
Menurutnya, pengembangan sektor maritim merupakan salah satu program unggulan yang diusung pemerintahan Jokowi-JK. Kekayaan laut Indonesia diharapkan dapat dimanfaatkan untuk lebih menyejahterakan anak bangsa. "Laut sangat penting, karena sebagai fasilitas, jalan, dan sumber daya alam bagi negara,"
Selain Laut China Selatan, JK juga menyoroti kawasan Selat Malaka sebagai lokasi maritim yang strategis di kawasan Asean. Pasalnya, Selat Malaka sangat penting bagi jalur perdagangan laut Asia-Eropa.
"Traffic ini menjadi penting dan bermanfaat bagi banyak negara di dunia. Karena itu, di samping keamanan, sumber daya, dan kooperasi harus didiskusikan dan diimplementasikan agar saling menguntungkan negara-negara di kawasan," katanya.
Hadir sebagai pembicara dalam forum publik tersebut, Chairman APRC Surakiart; Anggota APRC Hassan Wirajuda; mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri; Ahli Hukum Internasional Maritim Hasjim Djalal; dan Eksekutif Direktur CSIS Jakarta Rizal Sukma.
Hasjim Djalal menuturkan tiga hal telah disepakati dalam seminar Informal Laut China Selatan yang diikuti 10 negara Asean serta partisipan asal China dan Taiwan. Kesepakatan tersebut mencakup pengembangan program kerjasama, meningkatkan dialog, dan mendorong proses saling percaya dalam mengatasi sengketa di Laut China Selatan.
"Sejauh ini, Indonesia sudah punya 17 kesepakatan batas maritim dengan negara tetangga. Yang terbaru dengan Filipina. Negosiasi terus dilanjutkan dengan negara-negara lain," katanya.