Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RATIFIKASI FCTC: Ini Pandangan dari Pakar Hukum Internasional

Isu ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) atau konvensi pengendalian tembakau masih menjadi pro dan kontra.
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - Isu ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) atau konvensi pengendalian tembakau masih menjadi pro dan kontra.

Bagi pihak yang tidak setuju dengan ratifikasi FCTC itu beralasan aturan yang ada saat ini dinilai sudah cukup untuk mengatur industri hasil tembakau.

Mereka juga menilai FCTC bisa memberangus rokok kretek. Padahal, berbicara soal rokok kretek itu ada tiga aspek, yakni kretek sebagai industri “heritage”, pendapatan dari cukai rokok, dan aspek tenaga kerja.

Di sisi lain, ada sejumlah kalangan yang menilai pemerintah harus mendorong ratifikasi FCTC agar bisa punya peran di forum internasional.

Pakar Hukum Internasional Hikmahanto Juwana menilai argumentasi yang menyatakan bahwa jika meratifikasi FCTC kemudian Indonesia punya peran di internasional, itu terlalu menggampangkan.

Padahal, sudah terbukti kemampuan lobi-lobi pemerintah, wakil wakil pemerintah, di forum internasional masih lemah.

"Mereka, para wakil kita di forum internasional, belum bisa mewarnai kepentingan Indonesia. Misal Indonesia ikut masuk WTO, nyatanya kepentingan Indonesia selalu tak diakomodasi, warna Indonesia kurang terlihat. Kemampuan lobi pemerintah masih lemah," ujar Hikmahanto, saat dihuungi wartawan, Selasa (2/12/2014).

Menurut dia, dengan kemampuan lobi yang masih lemah, akan lebih baik pemerintah tidak memaksakan ratifikasi FCTC. Ini perlu dilakukan karena Indonesia merupakan negara penghasil tembakau terbesar di dunia sehingga jangan sampai ketika ratifikasi, justru kepentingan Indonesia selalu ditekan oleh pihak luar.

"Menurut saya ditunda dulu sampai kita yakin kita bisa punya pengaruh dan punya warna di forum internasional. Kita ini negara penghasil tembakau terbesar jelas harus punya suara, jadi harus diperhatikan betul," tandasnya.

Dia menilai politik internasional berbeda dengan di DPR di mana mayoritas mungkin bisa mengedalikan suara memberi warna. Dalam lobi politik internasional, ada begitu banyak kepentingan. Jika posisi lemah, akan sangat berbahaya.

Di sisi lain, Hikmahanto juga mengingatkan ratifikasi FCTC sudah berkaitan dengan lintas sektoral kementerian sehingga jangan lagi ada ego sektoral antar Kementerian seperti yang sudah seringkali diingatkan oleh Presiden Joko Widodo. Untuk itu perlu dilihat secara komprehensif dan tidak gegabah.

"Kita tahu ratifikasi FCTC dikehendaki oleh Kementerian Kesehatan, tapi dampaknya ke Kementerian Perindustrian, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Desa dan banyak lagi sektor ekonomi tergannggu. Selama ini tembakau sudah jadi tulang punggung ekonomi melalui cukai, lapangan pekerjaan. Lalu apakah dengan rafifikasi semua masalah kesehatan selesai, bebas rokok, kan tidak juga," tegasnya.

Terakhir, kata Hikmahanto, akan lebih baik pemerintah memaksimalkan instrumen hukum yang ada ketimbang memaksakan rafifikasi FCTC. Apakah instrumen yang ada itu sudah maksimal atau belum. Jangan sampai pemerintah ngotot ratifikasi tapi kemudian kedaulatan ekonomi politik dirong-rong. Jadi, kata dia, tidak benar seakan setelah ratifikasi semua masalah akan selesai. Belum lagi kekhawatiran, jika rafikasi impor tembakau juga akan makin melonjak.

"Jangan sampai kita bergerak ikut dalam satu konvensi, justru kedaulatan kita dirongrong, tidak benar ikut ratifikasi seakan semua menjadi benar semua. Kembali lagi, lebih baik pakai hukum kita. AS saja belum rafitikasi, kenapa tiba-tiba Indonesia seakan akan mau jadi pahlawan," tegas Hikmatanto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : News Editor
Editor : Sepudin Zuhri
Sumber : Newswire

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper