Bisnis.com, BANDUNG—Kamar Dagang dan Industri Jawa Barat setuju rencana penerapan sistem upah bagi hasil produktivitas menyusul konflik antara pekerja dan pengusaha yang kerap terjadi setiap tahun atas penetapan upah minimum kabupaten/kota.
Wakil Ketua Umum Kadin Jabar Bidang Ketenagakerjaan Ari Hendarmin mengatakan penerapan sistem upah bagi hasil produktivitas sebenarnya telah dikaji sejak lama, namun pelaksanaannya belum menyeluruh di setiap perusahaan.
Dia mengaku penerapan sistem tersebut berpeluang besar memperkecil konflik antara perusahaan dan pekerja karena kedua belah pihak akan saling terbuka.
“Sebenarnya sistem ini sudah diterapkan perusahaan asing di Indonesia. Sekarang tinggal bagaimana pemerintah bisa mensosialisasikan penerapannya kepada perusahaan,” katanya kepada Bisnis.com, Kamis (27/11/2014).
Dia menjelaskan dulu ada lembaga produktivitas di Jabar yang bertugas mengaudit perusahaan serta menghitung produktivitas tenaga kerja.
Akan tetapi, seiring berjalannya waktu lembaga tersebut tidak lagi dipergunakan sehingga dibubarkan. Padahal, jika lembaga tersebut masih ada maka penerapan sistem upah bagi hasil bisa langsung direalisasikan.
“Sekarang tenaga ahlinya sudah minim, sehingga hal ini harus dipersiapkan lagi dengan matang oleh pemerintah,” katanya.
Ari mengharapkan sistem upah bagi hasil produktivitas sudah berjalan saat digulirkannya pasar bebas Asean tahun depan. Karena tenaga kerja dalam negeri harus bersaing dengan luar.
Oleh karena itu, dia menyatakan di samping menyiapkan sistem tersebut juga harus menggencarkan pelatihan kompetensi bagi pekerja. “Ini menjadi konsekuensi bagi pekerja untuk meningkatkan keahlian mereka agar produktivitasnya tinggi,” ujarnya.
Seperti diketahui, pemerintah pusat mewacanakan untuk menghindari konflik antara pengusaha dan pekerja maka akan diberlakukan sistem upah bagi hasil produktivitas.