Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kartu Sakti Jokowi Dinilai Lebih Politis Ketimbang Pemberdayaan Masyarakat

Ketua Program Studi Kesejahteraan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Nafsiah Arifuzzaman mengatakan bahwa kartu sakti pemerintahan Jokowi lebih bernuansa politis ketimbang pemberdayaan masyarakat.
Warga menunjukkan Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Indonesia Sehat./Antara
Warga menunjukkan Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Indonesia Sehat./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Program Studi Kesejahteraan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Nafsiah Arifuzzaman mengatakan bahwa kartu sakti pemerintahan Jokowi lebih bernuansa politis ketimbang pemberdayaan masyarakat.

Menurutnya, seharusnya sebelum diluncurkan, Kartu Indoensia Pintar (KIP), Kartu Indoensia Sehat (KIS), dan Kartu keluarga Sejahtera (KKS) itu disosialisasikan terlebih dahulu agar masyarakat tidak bingung.

“Tanpa sosialaisasi, masyarakat bingung dengan kartu sakti yang baru diluncurkan oleh Presiden Jokowi itu, karena sebelumnya sudah ada BPJS Kesehatan, Jamkesmas, Askes, dan lain-lain. Ini lebih politis, karena diluncurkan bersamaan akan dinaikkan harga BBM,” ujarnya dalam perspektif Indonesia “Pro-kontra Kartu Sakti dan Jaminan Sosial” bersama Ketua Tim Sistem Jaminan Nasional Sulastomo dan Huzna Zahir dari YLKI, Jumat (14/11/2014).

Selain itu, jika program kartu saktu itu benar-benar bertujuan baik maka pemerintah harus menjelaskan program tersebut agar tidak terjadi pro dan kontra. Sebab, tiga kewajiban utama yaitu masyarakat yang sehat, sejahtera dan pintar memang sudah menjadi kewajiban negara.

“Jadi, memang peluncuran kartu sakti itu tergesa-gesa, nyaris tak ada koordinasi di internal pemerintah sendiri, sehingga jawabannya kepada masyarakat berbeda-beda,” ujarnya.

Menurut Nafsiah seharusnya masyarakat menerima informasi sebelum mengetahui segala hak-hak dan konsekuensinya. Namun dengan kartu sakti itu pemerintah justru menciptakan ketergantungan karena sifatnya langsung tunai.

Sementara itu, Ketua Tim Sistem Jaminan Nasional, Sulastomo mengakui ada rumah sakit swasta yang menolak Kartu Indonesia Sehat (KIS). Namun demikian, dia menyebutkan perlu diklarifikasi lebih mendalam apakah rumah sakit itu sudah bekerjasama dengan pemerintah atau belum. “Kalau belum, maka wajar ada pasien yang ditolak,” ujarnya.

Dia mengakui bahwa meski sudah dilakukan sosialisasi, namun masyarakat cenderung kurang memperhatikannya. Menurutnya, masyarakat cenderung akan perhatian ketika menghadapi maslah dengan kesehatan.

“Sedangkan ketika sedang tidak bermasalah dengan kesehatan masyarakat cenderung tidak tertarik dengan BPJS,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Sepudin Zuhri
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper