Bisnis.com, MOSKOW – Kian memburuknya hubungan dengan negara-negara Eropa membuat Rusia berambisi mengalihkan pasokan utamanya dari Benua Biru ke daratan China. Saat pertemuan Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC), Rusia-China telah menandatangani proyek pipa gas senilai US$400 miliar.
Putin dikabarkan berencana membangun pipa gas suplai kedua ke China dan sedang mempertimbangkan harga sesuai yang lebih menarik untuk Negeri Panda daripada kontrak-kontrak sebelumnya yang kini tengah dijalankan.
“Kesepakatan baru bisa jadi kurang menarik bagi China. Gazprom harus memberikan potongan harga yang signifikan untuk mendapatkan kontrak,” jelas analis energi Alfa Bank, Alexander Kornilov di Moskow, Selasa (11/11/2014).
Menurutnya, saluran pipa yang kini telah dibangun membentang dari bagian barat Siberia dan daratan gersang China, sehingga jaraknya mencapai ribuan mil dari pusat-pusat industri. Oleh karena itu, awal tahun ini akan dimulai pembangunan pipa gas dari bagian timur Siberia sehingga jaraknya lebih dekat ke pusat industri China.
Kesepakatan suplai gas antara negara ekportir gas terbesar dunia, Rusia dengan negara konsumen energi terbesar dunia, diproyeksikan akan mendorong kompetisi ketat global, meningkatkan biaya operasinal, namun ketetapan harga yang lebih rendah.
Pipa gas akan mengirimkan sekitar 30 miliar kubik meter gas dalam setahun selama 30 tahun ke depan, menambah pasokan dari kontrak sebelumnya yang mengirimkan 38 miliar kubik meter dalam setahun.
Jika realisasi tambahan pasokan gas dimulai pada awal 2018 mendatang, China akan menjadi pasar terbesar gas Rusia menggantikan Jerman yang bersama Amerika Serikat dan negara Eropa lain, hubungannya semakin memburuk dengan Rusia karena konflik Ukraina.
Pemasokan gas Rusia ke daratan China telah menjadi impian lama Negeri Beruang Merah. Pasalnya, jarak antara sumber gas dengan perbatasan China relatif dekat. Dari sumber gas yang sama pula, perusahaan gas negara OAO Gazprom memasok gas ke Eropa yang jaraknya lebih jauh.