Bisnis.com, JAKARTA--Sengketa lingkungan yang melibatkan PT Surya Panen Subur dan Kementerian Lingkungan Hidup berlanjut ke Pengadilan Tinggi setelah keduanya melakukan banding.
Berdasarkan data di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan banding diajukan kedua belah pihak pada hari yang sama yakni 10 Oktober 2014.
Padahal, sebelumnya pihak KLH mengatakan akan mengajukan gugatan baru terhadap SPS karena gugatan sebelumnya menurut majelis hakim tidak memenuhi syarat formil.
Namun, menurut Umar Suyudi Kepala Bidang Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan KLH pihaknya tidak dapat mengajukan gugatan baru karena SPS juga telah mengajukan banding.
"Gugatan baru bisa diajukan kalau putusan sudah inkrah, tapi karena SPS banding kan otomatis belum inkrah," ujar Umar kepada Bisnis, Kamis (6/11/2014).
Umar mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan oleh SPS jelas merupakan perbuatan melawan hukum.
SPS dinilai telah sengaja membiarkan kebakaran yang terjadi di area perkebunannya sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan.
Kuasa hukum SPS, Rivai Kusumanegara mengatakan bahwa pihaknya melakukan banding karena hakim membahas sampai ke pokok perkara. Padahal menurutnya dari fakta yang ada sudah terbukti bahwa SPS tidak membakar lahan.
"Kami memadamkan api dalam 5 hari tanpa bantuan pemerintah. Itu harusnya prestasi dan membuktikan sistem penanggulangan kebakaran SPS berjalan baik," ujar Rivai kepada Bisnis.
Dirinya yakin bahwa PT SPS tidak lalai seperti apa yang dituduhkan KLH.
Pada September lalu, Majelis Hakim PN Jakarta Selatan berpendapat bahwa KLH tidak dapat menjelaskan secara rinci berapa luas lahan yang terbakar dan menyebabkan kerusakan. Gugatan tersebut dianggap kabur oleh majelis hakim sehingga tidak dapat diterima.
KLH, yang menggugat SPS karena dinilai melawan hukum dengan sengaja membiarkan kebakaran lahan, menurut majelis hakim seharusnya juga menggugat perusahaan lain yang melakukan usaha di lahan tersebut sebelum SPS.
Perkara dengan nomor register 700/PDT.G/2013/PN.JKT.SEL ini diajukan KLH karena kebakaran lahan gambut di Rawa Tripa, Aceh yang merupakan lahan perkebunan milik PT SPS.
KLH kemudian menuding perusahaan yang bergerak dalam bidang perkebunan kelapa sawit tersebut telah melakukan perbuatan melawan hukum karena sengaja membiarkan kebakaran sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan dan menuntut ganti rugi senilai Rp439 miliar.