Bisnis.com, BEIJING – Menyusul peringatan Menteri Perindustrian Jumat lalu yang menyampaikan bahwa korporasi-korporasi China sedang dalam masa sulit akibat tingginya biaya pinjaman, indeks manufaktur (purchasing manager’s index/PMI) menunjukkan penurunan pada bulan kelimanya.
Data PMI yang dipublikasikan pemerintah menunjukkan indeks tersebut kembali turun ke level 50,8, setelah berada di tingkat 51,1 pada bulan sebelumnya. Angka ini sekaligus kontras dengan estimasi ekonom yang disurvei Reuters dan Bloomberg yaitu indeks 51,2.
Faktor utama yang menyebabkan penurunan tersebut adalah lesunya permintaan Negeri Panda baik dari dalam maupun luar negeri, sekaligus di saat pabrik-pabrik harus mengeluarkan biaya lebih tinggi untuk produksi. Pasalnya, saat ini sulit untuk mencari pembiayaan yang terjangkau.
“Industri berat seperti baja dan batu bara mengalami kontraksi karena harga yang lebih rendah. Ditambah lagi, dampak negatif dari pasar properti yang lesu belum memudar,” ungkap ekonom Mizuho Securities Asia Ltd, Shen Jianguang di Beijing, Sabtu (1/11).
Dalam laporan PMI, Pemerintah China mengakui bahwa mereka harus memikirkan cara untuk menstabilisasi laju pertumbuhan di saat output pabrik, dan permintaan ekspor dan domestik menunjukkan tren penurunan.
Kebutuhan akan kebijakan yang dapat menggeliatkan aktivitas perekonomian menjadi mutlak, karena kuartal III lalu Negeri panda hanya mampu tumbuh 7,3%, terendah sejak krisis finansial global 2009 lalu.