Bisnis.com, BANDUNG--Petani tembakau di Kab Bandung mengaku kesulitan memenuhi tingginya permintaan tembakau hitam produksi lokal oleh para buyers dalam dan luar negeri.
Ketua DPC Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Kabupaten Bandung Sambas mengatakan, sejauh ini permintaan tembakau tertinggi berasal dari Payakumbuh Sumatera Barat yang mencapai 100 ton per tahunnya. Sedangkan yang baru bisa dipenuhi tidak lebih dari 8 ton per bulannya.
"Pada umumnya buyers dari Payakumbuh sengaja mereka jual ke Malaysia, Jerman, Italia dan sejumlah negara eropa lainnya. Kami yakin budidaya tembakau ini akan semakin bagus," katanya, kepada wartawan, Kamis (30/10/2014).
Mengenai harga jual, petani sendiri mengaku puas karena tembakau mole itu dihargai sebesar Rp20.000 - Rp 70.000 per kilogramnya. Tingginya harga jual itu sebanding dengan kualitas dan rasa yang dimiliki tembakau tersebut.
Tembakau hitam asal Kab Bandung tidak hanya diminati buyers asal Payakumbuh, tapi juga dari sejumlah perusahaan rokok di Temanggung, Jawa Tengah. Dengan rata-rata pengiriman 30 ton per musim.
Sedangkan pasar lokal di Jabar diantaranya adalah Garut dan Sumedang. Sebab, kedua kabupaten tersebut telah sejak lama dikenal sebagai penghasil tembakau terbesar di Jabar.
Menurutnya, luas areal tembakau di Kab Bandung mencapai 1.556 hektare yang tersebar di 17 kecamatan. Dengan jumlah 71 kelompok tani yang beranggotakan 1.980 orang. Pada umumnya petani tembakau Kab Bandung membudidayakan tembakau jenis Nani, Himar, Sano, Kenceh, Kaplek dan Desep.
"Disaat harga terus terjaga, justru mereka yang mau menjadi petani tembakaunya semakin minim. Apalagi, petani tembakau perlu keahlian khusus," ujarnya.
Tidak dipungkirinya, peran pemerintah sejauh ini terbilang besar terutama dalam hal memberikan bantuan mulai tanam hingga pascapanen terutama yang berkaitan dengan kualitas dan produktivitas hasil pertaniannya.
Kepala Dinas Pertanian Kehutanan dan Perkebunan (Dispertanhutbun) Kab Bandung, Tisna Umaran mengatakan, pihaknya terus berupaya untuk memberikan pendampingan terhadap petani tembakau lokal. Terlebih adanya Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHC) dari Pemerintah Pusat agar kualitas tembakau terjaga.
"Kami pun terus fasilitasi mereka untuk bermitra dengan petani daerah lainnya seperti Lombok. Karena Lombok menjadi kiblat dalam urusan tembakau," ujarnya.
Selain membina dan memfasilitasi, pihaknya pun terus meminta masukan dari para petani. Karena, bagaimanapun, para petani inilah yang memahami teknis lapangan serta kebutuhan mereka sendiri.
"Kami terus jaga agar petani mempertahankan kualitas dan kuantitas produksi mereka. Untuk itu kami pun berusaha mendengar apa yang menjadi kebutuhan lapangan, karena mereka sendiri yang paham teknis," paparnya.