Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KABINET JOKOWI-JK: Dijerat 8 Kandidat 'Bermasalah'?

Terus menimbulkan pertanyaan. Sejak dilantik menjadi presiden, sosok Kabinet Indonesia-Hebat, tak kunjung nongol. Tidak ada yang terlalu mengkhawatirkan. Pertanyaan, Apa yang menjadi penyebab tak kunjung munculnya jajaran kabinet itu?
Presiden Joko Widodo beserta Ibu Negara Iriana, mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta Ibu Ani Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla beserta Ibu MUfidah berfoto saat memasuki beranda Istana Negara (20/10) seusai pelantikan Jokowi sebagai Presiden RI/Bisnis
Presiden Joko Widodo beserta Ibu Negara Iriana, mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta Ibu Ani Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla beserta Ibu MUfidah berfoto saat memasuki beranda Istana Negara (20/10) seusai pelantikan Jokowi sebagai Presiden RI/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - Terus menimbulkan pertanyaan. Sejak dilantik menjadi presiden, sosok Kabinet Indonesia-Hebat, tak kunjung nongol. Tidak ada yang terlalu mengkhawatirkan. Pertanyaan, Apa yang menjadi penyebab tak kunjung munculnya jajaran kabinet itu?

Rabu (22/10/2014), Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden H.M Jusuf Kalla (JK) batal mengumumkan nama menteri di jajaran Kabinet Indonesia-Hebat (KIH). Rencannya,  diumumkan Rabu (22/10/2014) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Hingga Rabu malam, susunan kabinet belum juga diumumkan. Diduga, hal itu terkait sejumlah nama calon menteri yang sedianya akan masuk dalam jajaran kabinet, dibatalkan. Lantaran adanya 'catatan' dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan terkait persoalan korupsi. Bahkan pelabuhan Priok sudah disapkan akhirnya batal.

Ada dua hal kenapa kabinet tak kunjung terbentuk: Pergantian Nomenklatur yang belum dijawab DPR dan catatan KPK dan PPATK. Benarkah?

Terkait nomenklatur, DPR wajib dimintai persetujuannya. Wakil Ketua DPR menegaskan perubahan nomenklatur kabinet Joko Widodo-Jusuf Kalla harus berdasarkan pertimbangan legislatif karena merupakan prosedur yang diamanatkan konstitusi.

"Pertimbangan (DPR) itu prosedur apabila tidak dilaksanakan maka melanggar undang-undang. Dan apabila terjadi sesuatu hal maka parlemen bilang Jokowi melanggar undang-undang," kata Fahri di Gedung Nusantara III DPR, Jakarta, Rabu (22/10/2014), yang dikutip  Antara.

Dia mengatakan Undang-Undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara menyebutkan memberikan hak pada parlemen untuk mengecek ada atau tidak perubahan struktur kabinet.

Namun, menurut dia, undang-undang itu tidak memberikan hak pada DPR untuk mengecek orang yang akan dijadikan menteri dalam kabinet karena merupakan hak prerogatif presiden.

"Perubahan nomenklatur itu agak mendalam, karena terkait dengan perencanaan anggaran, realisasi anggaran, dan pertangungjawaban anggaran," ujarnya.

KPK DAN PPATK

Presiden Jokowi  mengatakan (harus)  mengganti delapan nama calon anggota kabinetnya berdasarkan rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

"Karena kemarin kita menyampaikan itu kepada PPATK dan KPK dan ada delapan nama yang tidak diperbolehkanSudah itu. Tidak boleh saya sebutkan," kata Presiden di halaman tengah kompleks Istana Presiden, Jakarta, Rabu siang.

Memang, terkait calon menteri yang diduga terlibat persoalan korupsi, didesak agar dicoret. Indonesia Corruption Watch, misalnya, mendesak Presiden Joko Widodo  mencoret calon menteri yang dinilai memiliki masalah terkait integritas atau pemberantasan korupsi serta yang diduga tersangkut masalah pelanggaran HAM.

"Jangan ada kompromi, Jokowi-JK harus ganti calon menteri yang memiliki nilai rapor merah dan kuning dari KPK dan PPATK, terduga pelanggaran HAM dan tidak berpengalaman," kata Koordinator Badan Pekerja ICW Ade Irawan di Jakarta, Rabu (22/10/2014).

Ia mengingatkan terdapat beberapa nama calon yang diusulkan memiliki masalah serius soal integritas karena tersangkut dalam kasus korupsi dan memiliki rekening atau transaksi keuangan yang tidak wajar.

Secara khusus, ujar dia, KPK memberikan catatan dengan warna merah (untuk nama calon yang berpotensi menjadi tersangka korupsi) dan warna kuning (untuk nama calon yang diragukan komitmen antikorupsinya).

"Dari hasil penelusuran sejumlah media muncul beberapa nama yang masuk kategori merah dan kuning dari KPK atau diberitakan memiliki rekening atau transaksi yang tidak wajar berdasarkan laporan PPATK," kata Ade Irawan.

Selain isu korupsi, lanjutnya, terdapat nama calon menteri yang disebut tersandung dalam pelanggaran HAM berat, serta muncul nama yang dinilai dekat dengan salah satu ketua Umum Parpol dari Koalisi Indonesia Hebat, tetapi  tidak memiliki pengalaman di bidang yang akan ditempati.

Untuk itu, Koordinator Badan Pekerja ICW juga mendesak agar Jokowi-JK menindaklanjuti semua catatan dari KPK dan PPAT tanpa pengecualian, serta harus memperhatikan masukan dari publik.

"Jokowi harus ingat pepatah 'Nila Setitik Rusak Susuk Sebelanga'. Segelintir nama yang bermasalah akan memberikan pengaruh buruk kepada seluruh kabinet maupun pemerintahan Jokowi JK serta menjadi beban bagi pemerintahan mendatang," tuturnya.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengapresiasi pola perekrutan menteri yang dilakukan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

"Jokowi saya lihat hati-hati menyusun anggota kementeriannya dengan dibawa ke KPK dan PPATK dulu," kata Sekretaris Jenderal PBNU Marsudi Syuhud di Jakarta, Rabu (22/10/2014).

Menurut dia, kehati-hatian yang dilakukan Jokowi sekarang akan menjadi modal yang bagus untuk mendorong soliditas tim secara keseluruhan, karena jika ada menteri yang terkena masalah pandangan publik secara umum terhadap kabinet juga akan terpengaruh.

Ia sependapat bahwa calon yang berpotensi memiliki masalah tidak perlu diangkat menjadi menteri daripada nanti diungkit-ungkit oleh publik.

"Kalau sekarang sudah lolos dari berbagai kriteria, apa lagi yang mau di-pressure. Yang paling melumpuhkan itu kan di KPK," kata Marsudi.

Ini karena  para menteri di kabinet Jokowi-JK harus bisa bekerja di bawah tekanan mengingat masyarakat memiliki pengharapan tinggi terhadap presiden baru.

Ekspektasi yang tinggi  kalau meleng sedikit  banyak pertanyaan. Begitu pula secara riil, partai oposisi menguasai parlemen. "Itu makanya,  diharapkan menteri-menterinya harus kuat fisik, kuat kerja, dan kuat psikologisnya," katanya.

Para pambantu Jokowi di kabinet harus bisa mengikuti seluruh gaya dan pikirannya, serta mampu mengejawantahkan apa yang dipikirkan presiden.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Martin Sihombing
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper