Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KISAH DI BALIK PRESIDEN SBY: Dari Gus Dur Hingga Andi Malarangeng

Presiden Susilo Bambang Yudhoyno akan mengakhiri jabatannya sebagai presiden kkeenam Indonesia, Senin (20/10/2014). Berikut beberapa kisahnya selama menjadi presiden kkeenam Indonesia.
Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono/JIBI
Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono/JIBI

Bisnis.com, JAKARTA -  Susilo Bambang Yudhonyono, yang lahir di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur pada 9 September 1949 dari pasangan Raden Soekotjo dan Siti Habibah,  adalah Jenderal TNI yang  pensiun pada 25 September 2000.

SBY --begitu dia akrab dipanggil-- menikah dengan Kristiani Herawati --putri ketiga Jenderal (Purnawirawan) Sarwo Edhi Wibowo (alm)yang turut membantu menumpas PKI (Partai Komunis Indonesia) pada  1965--ayah dari Agus Harimurti Yudhoyono (lahir 1978) dan Edhie Baskoro Yudhoyono (lahir 1980)--  Presiden Ke-6 Indonesia.

Dia bukan orang baru di pentas poitik Indonesia. Selain ketua fraksi, pada Sidang Umum MPR 9 Maret 1998, dia muncul sebagai juru bicara Fraksi ABRI. Bahkan dia menjadi Menteri koordinator Bidang Politik Sosialdan Keamanan (26-10-1999) setelah  sebelunya --di era Presiden Abdurahman Wahid-- menjadi Menteri Pertambangan dan Energi.

Belum genap satu tahun menjadi Menko Polsoskam atau lima hari setelah memegang mandat, ia didesak mundur pada 1 Juni 2001 oleh pemberi mandat karena ketegangan politik antara Presiden Abdurrahman Wahid dan DPR. Jabatan pengganti sebagai Menteri Dalam Negeri atau Menteri Perhubungan yang ditawarkan presiden tidak pernah diterimanya.

Kabinet Gotong Royong pimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri melantiknya sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) pada 10 Agustus 2001. Merasa tidak dipercaya lagi oleh presiden, jabatan Menko Polkam ditinggalkannya pada 11 Maret 2004.

Puncak karirnya, terjadi saat dai mendirikan  Partai Demokrat pada 9 September 2002 dan saat dideklarasikan pada 17 Oktober 2002, dia dicalonkan menjadi presiden dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia 2004.

Partai Demokrat menuai sukses. Pada pemilu legislatif  meraih 7,45 % suara. Pada 10 Mei 2004, tiga partai politik yaitu Partai Demokrat, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, dan Partai Bulan Bintang secara resmi mencalonkannya sebagai presiden berpasangan dengan kandidat wakil presiden Jusuf Kalla.

Dia tercatat sebagai presiden terpilih pertama pilihan rakyat --setelah MPR pada periode 1999–2004 mengamandemen Undang-Undang Dasar 1945 UUD 1945 sehingga memungkinkan presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat.-- dan tampil sebagai Presiden Indonesia keenam setelah dilantik pada 20 Oktober 2004 bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla. Ia unggul dari Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi pada pemilu 2004. Dia kembali memenangkan Pemilu Presiden 2009, kali ini bersama Wakil Presiden Boediono.  

Pada Kongres Luar Biasa Partai Demokrat yang diadakan di Bali tanggal 30 Maret 2013, Susilo Bambang Yudhoyono ditetapkan sebagai ketua umum Partai Demokrat, menggantikan Anas Urbaningrum. BERIKUT BEBERAP KISAH SAAT MENJADI PRESIDEN

1. GUS DUR DAN DPR

- Di suatu malam, di Istana Merdeka, saya dipanggil beliau karena beliau amat gusar dengan hantaman yang dilakukan oleh DPR dan sebenarnya juga sejumlah pengamat, yang nadanya mengkritik pedas dan menyalahkan beliau. Ketika saya memiliki kesempatan untuk memberikan saran, saya sampaikan bahwa untuk melawan DPR dan MPR secara langsung, apalagi frontal dan konfrontatif, kekuatan politik (political capital) beliau belum cukup. Saya menyarankan agar respons beliau sungguh terukur, dan tidak harus frontal sifatnya. Ingat saya, waktu itu Gus Dur berkenan mendengarkan saran saya.

Tetapi ketika serangan DPR kepada Gus Dur makin gencar dan terkadang sangat keras, beliau tampaknya sudah tidak sabar lagi. Beliau mulai membuka front dan berhadapan langsung dengan parlemen kita. Seperti yang saya duga, meskipun pikiran Gus Dur logis dan sebagai Presiden beliau tidak mau direndahkan dan diperlakukan begitu, tetapi segera setelah itu hubungan pemerintah dan DPR menjadi amat tegang, bahkan hostile. Politik menjadi tidak stabil. Situasi juga menjadi makin panas, ketika pers kita juga cenderung mendidihkan situasi. Ketidakstabilan politik itu akhirnya mengganggu hubungan keria antara pemerintah dan DPR.

Dalam perkembangannya, situasi politik di Indonesia menjadi eskalatif dan makin panas. Di sinilah barangkali muncul pemikiran Gus Dur untuk mengeluarkan dekrit yang bertujuan membubarkan DPR dan MPR. Di mata Gus Dur, DPR sudah dianggap sangat keterlaluan.

Sekitar bulan Februari tahun 2001, lepas shalat magrib, Menteri Pertahanan Mahfud MD, menelepon saya dan meminta waktu untuk datang ke rumah dinas saya di Widya Chandra. Tidak lama Pak Mahfud tiba di rumah saya. Setelah itu kami segera terlibat dalam pembicaraan yang serius.

"Pak SBY ada hal yang cukup serius," buka Pak Mahfud.

"Tentang apa Pak Mahfud."

"Presiden baru saja mengeluarkan pernyataan, beliau akan mengeluarkan dekrit untuk membubarkan DPR dan MPR."

"Di mana? Apakah beliau serius?"

Pak Mahfud mengangguk.

"Kalau begitu harus kita cegah, Biar saya menelepon beliau sekarang juga."

Sewaktu akhirnya saya bisa berkomunikasi dengan Gus Dur, dan saya tanyakan kebenaran berita itu, beliau menyangkal dan mengatakan bahwa wartawan memelintir pernyataan beliau.

Dari saat itu saya tahu bahwa Gus Dur cenderung makin emosional. Tetapi, saya, Pak Alwi Shihab, Pak Mahfud, dan sejumlah menteri berusaha untuk menyarankan agar tidak ada tindakan yang dianggap inkonstitusional. Tetapi, bagai sudah menjadi takdir sejarah, setelah saya sendiri hampir selama lima bulan bisa menyarankan beliau untuk tidak gegabah melakukan tindakan politik, Gus Dur memang akhirnya benar-benar mengeluarkan dekrit itu. Pada saat dekrit pembubaran DPR dan MPR itu dikeluarkan, saya baru beberapa minggu meninggalkan kabinet karena beliau membebaskan saya dari jabatan Menko Polsoskam dan kemudian mengangkat Pak Agum Gumelar sebagai pengganti saya.

Keputusan dan tindakan politik Gus Dur itu, sebagaimana yang telah tersurat dalam sejarah kita, harganya memang sangat mahal. Beliau akhirnya diberhentikan oleh MPR dari jabatannya sebagai presiden, melalui Sidang Istimewa yang berlangsung singkat.  

- MENPORA ANDI MALARANGENG

Pada hari Kamis,  6 Desember 2012, ketika saya baru kembali meresmikan Unit Penyimpanan Apung dan Regasifikasi di Teluk Jakarta saya menerima berita yang sangat mengejutkan. Kegiatan saya hari itu cukup menyita pikiran dan fisik saya. Antara lain saya harus berlayar dengan kapal perang Angkatan Laut KRI Makassar untuk menuju ke sasaran yang bisa melihat proyek penyimpanan gas apung yang saya resmikan itu. Kemudian, setibanya di Kolinlamil, saya langsung memimpin rapat kesiapan penyelenggaraan APEC 2013, di mana Indonesia akan menjadi tuan rumah dan penyelenggara. Rapat itu berlangsung hingga senja hari, dan setelah itu saya kembali ke Istana Negara.

Beberapa saat kemudian, istri menerima SMS yang mengatakan bahwa Menteri Pemuda dan Olahraga dinyatakan dicekal oleh KPK dan sekaligus dinyatakan sebagai tersangka dalam kasus Hambalang. Hampir bersamaan waktunya, saya juga menerima berita itu dari berbagai sumber. Termasuk dari Mensesneg Sudi Silalahi. Melalui televisi, mereka mendengarkan pernyataan salah satu pimpinan KPK Bambang Widjojanto yang mengatakan Andi Mallarangeng dicekal.

Mengapa saya terkejut?

Pertama, berita yang saya terima sebelumnya tidak ada arah keterlibatan Andi Mallarangeng dalam kasus penyimpangan proyek Hambalang yang sedang ditangani oleh KPK itu. Berita seperti ini bahkan datang dari pihak-pihak yang amat kompeten.

Kedua, kalau berkaitan dengan menteri biasanya pimpinan KPK memberi tahu presiden. Ingat, memberi tahu. Bukan, meminta izin, karena KPK tidak perlu meminta izin untuk melakukan pemeriksaan terhadap pejabat negara. KPK-KPK periode yang lalu lazimnya memberi tahu saya, sehingga saya tidak mendengar atau tahunya dari media massa.

Semua orang tahu bahwa sebelum Andi Mallarangeng menjadi menteri, ia adalah staf khusus dan sekaligus juru bicara (spokesperson) saya. Jasa dan kontribusinya pada masa kepresiden saya yang pertama juga tidak kecil. Ia juga bekerja keras untuk memajukan dunia kepemudaan dan olahraga kia. Salah satu prestasi yang gemilang adalah berhasilnya Indonesia menjadi juara SEA Games tahun 2011, yang sejak tahun 1997 tidak pernah kita raih.

Belum hilang rasa keterkejutan saya, malam itu juga saya menerima pemberitahuan bahwa Andi Mallarangeng berniat mengundurkan diri. Kemudian, esok harinya, yang bersangkutan secara resmi menyerahkan surat pengunduran dirinya. Alasan Andi mengapa mengundurkan diri adalah agar ia tidak menjadi beban presiden. Dia tidak ingin pula Kementerian Pemuda dan Olahraga ikut terganggu kinerjanya akibat proses hukum yang dijalaninya. Ia juga menyampaikan bahwa dengan demikian dapat berkonsentrasi pada upaya menghadapi tuntutan KPK tersebut, karena ia yakin tidak bersalah. Ketika Andi datang untuk menyerahkan surat pengunduran diri beserta penjelasan lisan tersebut, saya didampingi oleh Wakil Presiden dan sejumlah menteri, yaitu Menko Polhukam, Mensesneg, dan Seskab.

Saya mendengarkan komentar masyarakat yang berkembang saat itu bahwa cara-cara Andi tersebut banyak dipuji oleh rakyat. Dianggapnya Andi kesatria. Tidak seperti banyak pihak yang apabila dijadikan tersangka langsung menuding pihak-pihak lain. Kesana-kemari. Yang politiklah, yang pesananlah, yang konspirasilah, dan lain-lain.

Terhadap permasalahan yang menimpa Andi Mallarangeng ini tentu saya tidak bisa serta merta dan langsung mengintervensi apa yang sedang dilakukan oleh KPK. Saya hanya berpesan kepada Andi agar mempersiapkan diri dengan baik dan mempersiapkan tim pembela dengan baik pula. Di hadapan Wapres dan para menteri itu saya juga menyampaikan semoga KPK benar-benar memprosesnya secara profesional dan benar, sehingga keadilan benar-benar tegak. Termasuk bisa membedakan mana yang benar-benar kasus korupsi, dan mana yang tidak tergolong kasus korupsi.

Mengapa saya berkata demikian, karena di negeri kita saat ini ketika proses hukum sedang berlangsung luar biasa gaduhnya politik dan media massa. Untuk itu, dalam berbagai kesempatan, dalam kapasitas saya selaku Kepala Negara, saya senantiasa mengingatkan semua penegak hukum agar tetap lurus kepada sumpahnya dan fokus pada penegakan hukum itu sendiri. Tidak perlu ikut serta dalam hiruk pikuk dan kegaduhan sosial dan politik yang ada.

"Para penegak hukum itu, utamanya para anggota majelis hakim, sering disebut sebagai the silent corps. Artinya tidak obral bicara ke sana ke sini. Yang diperlukan adalah kearifan (wisdom), ketegasan dan keadilannya. Mereka sadar betapa keputusan yang diambil harus dipertanggung jawabkan kepada banyak pihak. Mulai dari orang yang diputus perkaranya ~ bersalah atau tidak bersalah ~ kemudian juga kepada rakyat dan bahkan sejarah. Yang lebih berat lagi adalah pertanggungjawaban para penegak hukum itu kepada Tuhan Yang Mahakuasa, Allah SWT," demikian yang sering saya sampaikan. Sumber: (Susilo Bambang Yudhoyono, 2014, Selalu Ada Pilihan/Presiden.go.id)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Martin Sihombing

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper