Bisnis.com, JAKARTA - Rakyat Indonesia sudah menyiapkan selebrasi di luar prosesi resmi pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih Joko Widodo dan Jusuf Kalla pada 20 Oktober 2014.
Relawan sudah membentuk rapi susunan panitia. Abdee Negara, gitaris grup musik Slank didaulat sebagai ketua panitia. Selain Abdee, masih banyak artis lain yang akan meramaikan prosesi bertajuk Kirab Budaya Syukuran Rakyat. Antara lain, Jaya Suprana, Olga Lidya serta Wanda Hamidah, yang barus aja dipecat dari Partai Amanat Nasional.
Rencananya, presiden terpilih akan diarak oleh ribuan relawan dari Kompleks Gedung DPR--lokasi pelantikan—hingga Monumen Nasional (Monas). Panitia juga menyiapkan 7.000 kursi untuk rakyat yang ingin masuk ke Istana. Saat itu juga, Jokowi dijadwalkan akan berkomunikasi dengan pendukungnya di delapan daerah melalui telekonferensi.
Tak perlu mengenakan jaket dan menenteng tas, hanya perlu baju putih untuk masuk. “Rakyat akan diizinkan masuk ke Istana. Jangan lupa, semua pakai baju putih,” kata Abdee.
Instruksi untuk mengenakan baju putih dalam kirab tersebut sangat berbeda dengan Konser Salam Dua Jari yang juga digalang oleh Abdee. Waktu itu, panitia sepakat untuk mengusung kemeja kotak-kotak ala Jokowi untuk memenuhi Gelora Bung Karno, tempat konser berlangsung.
Sangat menarik, dua selebrasi dengan aksen yang sangat bermakna. Dari kotak-kotak ala Jokowi menjadi putih. “Baju putih itu dengan makna tidak ada perbedaan,” kata Abdee.
Tak berbeda pandangan dengan Abdee. Jokowi pun sudah terlihat jarang memakai baju kotak-kotak yang mengantarnya menjadi Gubernur DKI pada 2012 dan Presiden RI 2014. Jokowi terlihat lebih sering memakai baju putih sebagai lambang tidak ada perbedaan—seperti yang disimbolkan Abdee.
Dengan tujuan mengikis perbedaan?
Jokowi sebagai simbol negara, tengah berusaha keras mengikis perbedaan, terutama di parlemen yang sama-sama masih menggengam erat kepentingan kelompoknya.
“Caranya, Jokowi menemui satu per satu musuh politiknya. Dimulai dengan menemui Ketum Partai Golkar Aburizal Bakrie [Ical],” kata Refly Harun, pengamat hukum dan tata negara.
Upaya itu dilakukan saat suhu politik sedang panas antara Koalisi Merah Putih (KMP) yang mendukung Prabowo Subianto dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang mendukung Jokowi. Lobi formal melalui fraksi di DPR sudah buntu. “Akhirnya Jokowi melakukan lobi informal. Ini lobi tingkat tinggi.”
Secara psikologis, siapa yang tidak bangga atau enggan bertemu dengan presiden. “Itu titik masuk Jokowi untuk mengikis perbedaan yang membuat situasi politik di Tanah Air kian memanas,” katanya.
Selanjutya, apakah komunikasi politik masih tetap panas? Yang jelas, Jokowi serta relawannya sudah menunjukkan dengan tanda-tanda jelas untuk mengikis perbedaan...