Bisnis.com, JAKARTA - Sidang Paripurna DPR (baru) yang berlangsung Rabu (1/10/2014) memperlihatkan kuasa diktator mayoritas.
"Kita sedih, sidang paripurna pertama yang disaksikan jutaan rakyat Indonesia itu begitu amburadul. Banyak hal mulai dari pimpinan sidang yang tidak kapabel, agenda tidak jelas, hak anggota untuk bicara diabaikan, tata tertib yang belum disahkan, hingga mikrofon yang mati sehingga bikin ricuh," kata Sekretaris Jenderal DPP PKB M Hanif Dhakiri dalam pernyataan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Kamis (2/10/2014).
PKB pun memilih walk out. Hanif Dhakiri mengatakan sikap "walk out" Fraksi PKB pada sidang paripurna DPR, Rabu (1/10/2014) malam, diambil demi menjaga marwah dan martabat DPR sebagai lembaga negara.
"Kita sedih, sidang paripurna pertama yang disaksikan jutaan rakyat Indonesia itu begitu amburadul. Mikrofon mati, sehingga bikin ricuh," katanya.
Menurut Hanif sangat memprihatinkan pelantikan DPR baru pada Rabu (1/10/2014) pagi yang berlangsung khidmat diakhiri dengan pemaksaan dan diktator mayoritas.
"Jujur harus dikatakan bahwa sidang paripurna pertama dini hari tadi tak memenuhi kelayakan sebuah sidang lembaga negara yang terhormat," katanya.
Sejak rapat konsultasi pertama antara wakil-wakil partai, kata dia, kesepakatan mengenai agenda paripurna pertama tidak berhasil dicapai. Bahkan, rapat konsultasi itu pun belum pernah ditutup.
"Kok bisa-bisanya dipaksakan langsung paripurna. Kita jadi bertanya ke mana tradisi kebersamaan dan kearifan politik di dalam DPR sekarang? Di mana penghargaan atas minoritas politik dalam sebuah demokrasi yang elegan?" ujarnya.
Hanif mengatakan tempo hari demokrasi Indonesia mengalami kemunduran karena keputusan pilkada lewat DPRD yang tak selaras dengan kehendak rakyat.
"Dan tadi malam demokrasi dibuat makin mundur dengan tontonan tak elok yang mengabaikan aturan, meniadakan kebersamaan, dan memperlihatkan kuasa diktator mayoritas," katanya.
Menurut Hanif, PKB merasa perlu untuk mengoreksi semua itu dengan jalan "walk out" agar marwah dan kehormatan DPR sebagai lembaga negara tetap terjaga.