Bisnis.com, SEMARANG - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional IV Jawa Tengah dan DIY tidak akan memproses pengaduan melalui surat kaleng atau tanpa identitas diri serta alamat lengkap. Pasalnya, di wilayah ini aduan surat kaleng terbilang cukup banyak.
Kepala Kantor OJK Regional IV Jateng-DIY Y. Santoso Wibowo mengatakan aduan melalui surat kaleng tidak dapat dtindaklanjuti mengingat kevalidan aduan nasabah industri jasa keuangan tidak bisa dipertanggungjawabkan.
“Ada beberapa pengaduan yang bukan kapasitas OJK dan banyak diantaranya merupakan surat kaleng. Kalau surat kaleng tidak kami tanggapi, tapi kasusnya kami pelajari,” terang Santoso, Senin (29/9/2014).
Data per Agustus 2014, Kantor OJK Regional IV Jateng dan DIY telah menerima 163 pengaduan. Sebanyak 41 kasus (25,15%) telah selesai ditangani, 68 kasus (41,72%) telah ditindaklanjuti, 15 kasus (9,20%) dalam proses dan 19 kasus (11,66%) tidak dapat ditindaklanjuti, dikarenakan pengaduan yang disampaikan bukan merupakan kewenangan OJK atau banyak diantaranya merupakan surat kaleng.
“Sisanya, sebanyak 20 kasus (12,27%) belum diproses, karena dokumen yang disampaikan belum lengkap,” ujarnya.
Santoso mengatakan selama ini petugas OJK telah melakukan sejumlah kegiatan yang mendorong peningkatan pengetahuan dan pemahaman masyarakat, baik mengenai OJK sendiri maupun mengenai produk dan layanan lembaga jasa keuangan. Kegiatan edukasi yang rutin dilakukan setiap minggu, kata dia, adalah melalui mobil keliling SIMolek (Mobil Literasi Keuangan).
Pihaknya mengatakan kegiatan lain adalah kegiatan sosialisasi kepada dosen, guru, asosiasi, mahasiswa dan siswa di sejumlah kampus dan sekolah di wilayah Jawa Tengah dan DIY.
“Kami juga menghadiri sejumlah acara seperti talkshow radio dan televisi lokal, seminar atau lokakarya dari berbagai pihak,” ujarnya.
Untuk perbankan di Jawa Tengah, pada Triwulan II 2014 masih memperlihatkan perkembangan yang baik. Total aset meningkat 17,59% dari Rp221 triliun pada Triwulan I/2014 menjadi Rp260 triliun. Dana pihak ketiga (DPK) dan kredit masing-masing tumbuh sebesar 17,05% (dari Rp163 triliun menjadi Rp191 triliun) dan 16,07% (dari Rp174 triliun menjadi Rp202 triliun) untuk periode yang sama. Sementara itu, rasio NPL masih dapat dipertahankan di bawah 5%, yaitu sebesar 2,46% pada Triwulan II/2014.