Bisnis.com, SERANG—Guna mengantisipasi maraknya relokasi industri padat karya dan padat modal akibat tingginya upah buruh di sejumlah daerah industri, Pemerintah Provinsi Banten menyiapkan wilayah industri baru di Kabupaten Lebak.
Mahdani, Kepala Bidang Perekonomian Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Banten mengatakan lokasi industri baru yang dipersiapkan untuk pelaku industri adalah wilayah perbatasan Cikande, Kabupaten Serang menuju Kabupaten Lebak.
“Sesuai dengan rencana tata ruang, wilayah itu masuk dalam Kabupaten Lebak. Sehingga bagi industri yang keberatan dengan kenaikan upah minimum pekerja dari pada relokasi ke luar Banten lebih baik masuk ke kawasan ini,” ujarnya di Cilegon kepada Bisnis, Jumat (26/9/2014).
Menurutnya, Pemprov Banten tengah mendorong pengembangan kawasan perbatasan Kabupaten Lebak dan Kabupaten Serang untuk menjadi kawasan industri baru.
Upah minimum Kabupaten Lebak yang saat ini sebesar Rp1,49 juta, jauh lebih rendah dibanding Kota Serang Rp2,16 juta, Tangerang Selatan Rp2,44 juta, Cilegon Rp2,44 juta, Tangerang Rp2,44 juta, dan Kabupaten Tangerang Rp2, 44 juta diharapkan dapat menarik minat industri.
Kendati demikian, lanjutnya, tidak seluruh wilayah di Kabupaten Lebak diperbolehkan menjadi lokasi industri padat karya ataupun padat modal. Hanya sebagian kecil saja wilayah yang diperbolehkan menjadi kawasan industri, karena, Kabupaten Lebak merupakan sumber air bersih Banten.
ketika ditanya berapa luas lahan yang diperbolehkan untuk industri, Dia tidak mengatahui pasti. Oleh karena itu, ujarnya, untuk lokasi industri padat karya dan padat modal akan dipertahankan berdekatan dengan Kabupaten Serang. Hal ini juga dilandasi atas pertimbangan akses transportasi yang lebih dekat ke Jakarta.
Yahya Sukmana, Kepala Bidang Perekonomian Bappeda Kabupaten Lebak mengatakan sejumlah pelaku industri sudah mulai melirik mendirikan usaha di wilayahnya, namun, hingga kini belum ada realisasi pembangunan pabrik.
“Mereka masih bertanya apakah Kabupaten Lebak dapat menjamin upah minimum pekerja di Kabupaten Lebak yang relatif rendah dibanding daerah lain dapat bertahan dalam waktu yang lama,” ujarnya kepada Bisnis.
Menurutnya, karena mekanisme penetapan upah minimum pekerja yang dilakukan secara tripartit atau terdiri dari tiga pihak yakni pemerintah daerah, pengusaha dan pekerja tidak memungkinkan pemerintah daerah menjamin tidak ada kenaikan upah minimum pekerja.
Sementara itu, pengamat kebijakan Banten dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Gandung Ismanto mengatakan rencana industrialisasi di Kabupaten Lebak harus didasari oleh karakteristik dan sumber daya yang dimiliki oleh daerah ini.
“Industri yang tepat untuk Lebak adalah pengolahan hasil pertanian dan perkebunan. Jika Lebak dipaksakan menjadi daerah industri padat karya dan padat modal, maka akan terjadi disorientasi pembangunan,” tuturnya.
Berdirinya sejumlah pabrik pengolahan pakan ternak di Kabupaten Tangerang, gula rafinasi di Kota Cilegon dan lainnya, tuturnya, seharusnya dapat dimanfaatkan oleh Provinsi Banten dengan membangun koordinasi pembangunan antar pemerintah kabupaten/kota.
Pemprov Banten, ujarnya, harus membangun komunikasi antar daerah untuk melaksanakan program pembangunan yang saling terkait. Misal, bahan baku industri pengolahan pakan ternak yakni Jagung yang masih dikirim dari Provinsi Gorontalo, seharusnya dapat disiapkan oleh Kab. Lebak dan Pandeglang.
Dengan begitu, tuturnya, akan tercipta pemerataan pembangunan daerah yang didasari oleh sumber daya asli daerah tersebut. Tidak hanya itu, jika bahan baku industri di Banten dapat menggunakan barang lokal, maka akan tercipta stabilitas pembangunan industri.
“Untuk daerah tertinggal seperti Kabupaten Lebak dan Pandeglang yang selama ini bergantung pada hasil alam, harus didorong sebagai produsen bahan baku industri pengolahan yang berdiri di Tangerang, Serang dan Cilegon,” tuturnya.