Bisnis.com, FRANKFURT— Penguatan manufaktur dan jasa di Spanyol dan Irlandia tidak mampu mengerek naik prospek pertumbuhan zona euro. Tetapi, setidaknya momen tersebut bisa dimanfaatkan untuk terus mendesak negara-negara terkait melakukan reformasi struktural.
“Kinerja yang mengesankan terhadap indeks gabungan [manufaktur dan jasa] di Spanyol dan Irlandia bisa dijadikan contoh kesuksesan negara dalam mengimplementasikan reformasi struktural,” tekan Chris Williamson, Ketua Ekonom Markit Economics di London, Rabu (3/9/2014).
Pada saat yang sama, indeks gabungan di negara dengan ekonomi terbesar kedua dan ketiga di kawasan bermata uang tunggal itu yaitu Italia dan Prancis justru mencatatkan kontraksi.
Sebagaimana diketahui, Gubernur European Central Bank (ECB) mendesak zona euro untuk mengimbangi kebijakan moneter dan fiskalnya dengan reformasi struktural.
Pasalnya, ekonomi di area yang terdiri dari 18 negara itu terbukti stagnan pada kuartal II/2014 sehingga dikhawatirkan tidak mampu menghadapi risiko krisis geopolitik.
Menurut Williamson, tanpa kehadiran pemerintah untuk menggenjot daya saing dan produktifitas, performa ekonomi zona euro bakal terus mengecewakan, bahkan ketika ECB menyuntikkan stimulus tambahan.
Adapun, indeks gabungan di zona euro melorot menjadi 52,5 pada Agustus tahun ini dari 53,8. Angka tersebut merupakan penurunan terbesar sejak Desember tahun lalu.
Tanpa adanya genjotan yang kuat dari tiga kekuatan ekonomi utama di area tersebut dan diikuti dengan prospek melemahnya inflasi, debat terkait implementasi quantitative easing (QE) tak terhindarkan.