Bisnis.com, MOSKWA—Popularitas Presiden Rusia Vladimir Putin semakin meroket di tengah sanksi yang memberlit Negeri Beruang Merah itu, meski data ekonomi berkata lain.
Setelah dukungan terhadap Putin merosot hingga 61% pada November tahun lalu, angka terendah sejak Juni 2000, popularitas Pemimpin Rusia ini kembali melonjak 87% pada awal Agustus tahun ini.
Berdasarkan perusahaan survei Levada Center, angka tersebut dapat menjadi legitimasi bagi Putin untuk kembali memenangkan pemilihan umum Presiden dengan mengantongi suara 64%.
Hal itu didukung dengan melesatnya indeks kepercayaan konsumen ke level tertinggi selama lebih dari 4 tahun pada kuartal IV/2013 dan acuan kenyamanan sosial juga terdongkrak sejak Juni lalu.
“Kebanggan dan patriotisme telah membangunkan masyarakat Rusia, itulah kenapa mereka bersedia berkorban,” kata Dilyara Ibragimova, pengajar Sosiologi Ekonomi Higher School of Economics di Moskwa, Rabu (20/8/2014).
Namun, Ibragimova menilai kondisi itu tidak akan berlangsung lama karena pertumbuhan harga konsumen perlahan bakal mencekik dompet dan ekonomi masyarakat Rusia.
Data ekonomi juga berkata sebaliknya, ditunjukkan dengan melorotnya penjualan mobil, kebangkrutan operator pariwisata, dan menurunnya pendapatan terkena pajak.
Jika dirinci, penjualan otomotif terperosok rata-rata 20% sepanjang Juni-Juli tahun ini dan setidaknya 4 operator pariwisata dilaporkan bangkrut.
Maret lalu, ketika Krimea bergabung dengan Rusia, pendapatan kena pajak tergelincir ke level terendah sejak 2009. Pemerintah sendiri memperkirakan produk domestik bruto (PDB) bakal tumbuh 0,5% tahun ini, laju terlemah sejak kontraksi pada 2009.
“Politik tampaknya lebih penting dibandingkan ekonomi saat ini. Mayoritas penduduk Rusia seperti bersedia mengorbankan kesejahteraan sosialnya,” tambah Ivan Tchakarov, Ketua Ekonom Citigroup Inc.
Aksi tegas Putin terhadap penjatuhan sanksi tambahan dari Amerika Serikat dan Uni Eropa tidak serta-merta melemahkan kekuasaannya, justru hal itu memicu keputusan lainnya yaitu pelarangan impor ke negara-negara sekutu AS dari Rusia.
“Rusia suka pemimpin yang tegas, dan Putin dipersepsikan sebagai karakter yang kuat menyusul aksinya dalam membalas sanksi dari barat,” tekannya.