Bisnis.com, SEMARANG-Penataan Kota Lama Semarang, Jawa Tengah membutuhkan penanganan khusus karena kategori cagar budaya yang patut dilestarikan.
Analis perkotaan Undip Ing Asnawi Manaf menyatakan penyelesaian permasalahan di Kota Lama tak hanya butuh keseriusan saja.
Sebab kawasan itu tak bisa dianggap sebagai areal perkotaan biasa. Artinya, harus dipandang secara khusus karena menyimpan sejarah tentang cagar budaya peninggalan kolonial.
"Harus secara serius dan fokus untuk menanganinya. Jangan sampai penanganannya setengah-tengah karena di kawasan itu menyimpan bangunan berarsitektur tinggi peninggalan masa lampau," tutur Ketua Jurusan Perencanaan Wilayah Perkotaan (PWK) Undip dalam laman semarangkota..go.id, Selasa (12/8/2014)
Dikatakan, prinsip-prinsip integrasi dibutuhkan dalam memberikan penanganan Kota Lama. Pemerintah bisa saja menggandeng investor yang memang berminat membenahi kawasan tersebut.
Setelah sebelumnya muncul kesepakatan dengan pemilik bangunan, penataan atau bahkan renovasi bangunan bisa dilakukan tanpa harus mengabaikan keasliannya.
Lebih jauh penataan kian dapat disempurnakan dengan mengatur kantung parkir dan masalah sosial lain.
"Karena tak bisa dinafikan Kota Lama kian menarik perhatian wisatawan dengan keberadaan bebepa ikon bangunan yang dimiliki," katanya.
Beberapa waktu lalu, Kepala Bidang Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Infrastruktur Bappeda Kota Semarang Purnomo Dwi Sasongko mengatakan, untuk penataan kawasan Kota Lama sebenarnya sudah dirancang jauh-jauh hari.
Seperti melombakan grand design dan membahas perencanaan dengan sejumlah pihak terkait. Namun penanganan belum bisa dilakukan dalam waktu dekat, karena masih banyak aspek yang harus diselesaikan.
Salah satunya terkait kepemilikan bangunan. “Sebenarnya pengumuman terkait kepemilikan sudah dilakukan sejak tahun 2005 silam. Hasilnya masih banyak yang belum diketahui pemiliknya,” ujarnya.
Rencana akuisisi yang akan dilakukan pemkot juga terbentur mekanisme. UU No11/2010 tentang Cagar Budaya, belum bisa dijadikan dasar untuk menarik aset bangunan.
“Mekanisme akuisisi sudah pernah ditempuh pada tahun 2006, saat pemkot akan mengambil alih aset Lawang Sewu dari PT KAI. Tapi tetap tidak berhasil, meski bangunan saat itu ditelantarkan. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya belum cukup kuat untuk menjadi dasar akuisisi,” tandasnya