Bisnis.com, TOKYO - Defisit perdagangan Jepang kembali melebar melebihi prediksi, menyusul anjloknya ekspor dan keberlanjutan dampak penetapan kenaikan pajak penjualan per April lalu.
Data yang dipublikasikan Kementerian Keuangan Jepang, Kamis (24/7/2014) menunjukkan ekspor jatuh 2% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Adapun defisit perdagangan pada Juni adalah 822,2 miliar yen atau setara US$8,1 miliar, terkerek oleh peningkatan impor sebesar 8,4%. Sebelumnya, para ekonom
Pada bulan sebelumnya, ekspor Jepang jatuh 1,7%, dan merupakan kejatuhan ekspor pertama dalam 15 bulan. Dalam perhitungan volume, ekpor Jepang jatuh 1,7% terdorong oleh kejatuhan yen 16% yang dinilai disebabkan kegagalan Perdana Menteri Shinzo Abe untuk menggenjot pengiriman ke luar negeri.
"Pemulihan ekspor akan berjalan lambat atas alasan struktural. Perusahaan-perusahaan Jepang melakukan produksi jika ada permintaan luar negeri," kata ekonom Citigroup Inc, Kiichi Murashima di Tokyo, Kamis (24/7).
Murashima menambahkan defisit perdagangan akan tetap berada pada level ini, meski pertumbuhan ekspor dan impor membaik hingga akhir tahun.
Pada paruh pertama tahun ini, nilai impor Jepang melonjak ke level tertingginya sejak periode yang sama tahun 1979. Adapun impor bahan bakar fosil adalah barang impor yang paling membebani defisit perdagangan. Untuk memastikan pertumbuhan tahun ini, kabinet PM Abe harus berupaya sekuat mungkin untuk kembali menggenjot ekspor.
Wakil Gubernur Bank of Japan (BOJ) Hiroshi Nakaso Rabu lalu mengatakan bahwa keterpurukan ekspor Jepang disebabkan oleh kondisi pertumbuhan ekonomi global yang berlangsung lambat. Melihat permintaan domestik yang lesu, para pengambil kebijakan Jepang kini berharap pada pemulihan ekonomi global.
Ekspor ke Amerika Serikat jatuh 2,2% pada Juni dari periode yang sama tahun lalu, sedangkan ekspor peralatan elektronik jatuh 6,8%. Adapun ekspor ke Asia jatuh 3,,8%. Aktivitas ekspor memang berpengaruh signifikan pada pertumbuhan ekonomi Jepang.
Menurut para analis, data ekspor yang lesu mungkin tidak akan mendesak tindakan langsung dari bank sentral Jepang. Menurut mereka, jika permintaan domestik tetap lemah, BOJ harus bersiap untuk kembali mempertimbangkan pelonggaran tambahan untuk mengejar target inflasi 2%.
"Data ini harus menjadi perhatian, mengenai bagaimana aktivitas ekonomi akan diarahkan setelah kenaikan pajak penjualan. Pemerintah harus meninjau kembali jadwal realisasi kenikan pajak penjualan berikutnya," kata ekonom Mizuho Research Institute, Yasuo Yamamoto.
Sebelumnya, PM Abe menyampaikan ia akan melihat pertumbuhan sepanjang tahun ini untuk menentukan kenaikan pajak penjualan berikutnya.
Menurut Yamammoto, data ekspor tidak cukup menjadi alasan BOJ untuk menetapkan pelonggaran. Namun jika belanja konsumen tetaap lemaah, katanya, ekspektasi atas pelonggaran tambahan akan meningkat.
Awal pekan ini, Pemerintah Jepang memangkas proyeksi pertumbuhan menjadi 1,2% dari sebelumnya 1,4% setelah melihat data permintaan luar negeri yang masih lemah dan dampak kenaikan pajak penjualan masih berlangsung.
Defisit Perdagangan Jepang
Bulan Nilai (miliar yen)
Januari 2.795
Februari 804,7
Maret 1.450
April 814,85
Mei 910,7
Juni 822,2
Sumber : data publikasi Kementerian Perdagangan Jepang