Bisnis.com, PEKANBARU—Kampanye lingkungan yang rutin disuarakan oleh LSM Greenpeace diminta menggunakan kajian dan fakta-fakta ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan secara akademis serta menggunakan data yang relevan dengan kondisi saat ini.
Pakar Hukum lingkungan Universitas Padjadjaran Daud Silalahi mengatakan kampanye lingkungan yang baik harus disertai data akurat dari penelitian akademis dan penelitian lapangan, sehingga kajian yang dipublikasikan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Penggunaan data usang yang bertendensi menghasut harus dihindari.
“Kampanye lingkungan tidak bisa menyamaratakan kampanyenya karena setiap negara mempunyai karakter berbeda. Data yang berasal dari fakta ilmiah di lapangan diperlukan agar kampanye lebih akurat,” katanya seperti dikutip Antara, Senin (21/1)
Menurut Daud, di Indonesia, masalah kemiskinan dan tenaga kerja masih menjadi fokus perbaikan pemerintah. Karena itu, misalnya tidak bisa menyebut kegiatan di lahan gambut serta merta sebagai faktor kerusakan lingkungan karena masalah kemiskinan dan tenaga kerja harus dibenahi.
Daud mengemukakan sepanjang masalah tenaga kerja dan kemiskinan masih menjadi prioritas perbaikan negara, kegiatan lingkungan bisa ditoleransi. Daud mengharapkan pemerintah wajib mengawasi dan bersikap tegas terhadap LSM asing.
"Kata kuncinya adalah ketegasan pemerintah. Setiap kampanye yang tidak memiliki basis kajian ilmiah harus disetop agar tidak berkembang menjadi opini yang menyesatkan," kata Silalahi.
Sementara itu, Ketua Bidang Hutan Tanaman Industri Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia Nana Suparna mengatakan upaya meredam maraknya kampanya hitam bisa dilakukan jika pemerintah mau berbenah diri, salah satunya dengan membenahi anggaran.
"Jika mengacu pada anggaran proyek pemerintah, sepertinya harga kayu yang tertera disana tidak menggambarkan nilai kayu bersertifikat SVLK. Dalam negeri harus kita benahi, agar ketika keluar, kayu kita mampu benar-benar dapat bersaing, sehingga kampanye hitam tidak berarti apa-apa," kata Nana.