Bisnis.com, BEIJING – Indeks harga produksi (production price index/PPI) turun 1,1% pada Juni dari periode yang sama tahun lalu, mempertegas momentum stabilisasi negara perekonomian terbesar kedua di dunia. Nilai PPI ke level terendah dalam dua tahun terakhir tertekan sektor manufaktur yang mencatat pertumbuhan tercepat pada Juni.
Nilai PPI ini mendekati estimasi rata-rata para ekonom yaitu penurunan 1%. Pada Mei, indeks PPI turun 1,4%. Adapun indeks harga konsumen meningkat 2,3%, di bawah prediksi para ekonom yaitu naik 2,4%.
“Pemulihan indeks PPI sejalan dengan ekspektasi pemulihan aktivitas industri. Harga komoditas pun berangsur meningkat pada Juni,” kata ekonom Barclays Plc, Chang Jian di Hong Kong, Rabu (9/7).
Menurutnya, ancaman utama yang masih mengintai adalah kebekuan pasa real estat dan isu kebangkrutan industri perbankan.
Adapun inflasi yang berada di bawah target resmi 3,5%, memberi Premier Li Keqiang ruang untuk stimulus tambahan jika diperlukan untuk menangani ancaman termasuk kemerosotan pasar properti.
“Deflasi bukan sebuah ancaman. Jika dibutuhkan, China dapat menggelontorkan kembali mini-stimulus untuk mengatasi inflasi rendah lanjutan,” kata ekonom divisi perekonomian China pada Bank of America Corp, Lu Ting di Hong Kong.
Pelonggaran deflasi pabrik juga menunjukkan upaya pemerintahan Perdana Menteri Li Keqiang mempercepat belanja infrastruktur telah berhasil membantu ambisinya mengejar target pertumbuhan 7,5% tahun ini.
Sementara itu, data yang sama menunjukkan harga makanan meningkat 3,7% pada Juni dari periode yang sama tahun lalu, menyumbang 1,21% inflasi. Inflasi nonmakanan Juni tercatat 1,7%, laju yang sama dengan bulan sebelumnya.
China akan merilis data produk domestik bruto (PDB) pada 16 Juli mendatang. Perekonomian diestimasikan tumbuh 7,4%, laju yang sama dengan kuartal I/2014. Para ekonom Bloomberg meningkatkan prediksi dari sebelumnya pertumbuhan 7,3%, melihat dampak positif dari langkah-langkah pemerintah China untuk mendorong pertumbuhan.