Bisnis.com, JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) Indonesia di bawah rata-rata dunia yaitu 358 ppm pada akhir 2010. Hal ini menepis berbagai tuduhan bahwa Indonesia sebagai negara sumber emiter ketiga dunia pada 2007.
"Data ini dari stasiun pemantau atmisfer global (GAW) BMKG di Koto Tabang Sumatera," kata Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG Edvin Aldrian di Jakarta, Kamis (3/7/2014).
Stasiun GAW Koto Tabang adalah satu dari 28 stasiun serupa yang mengukur konsentrasi GRK ambien di dunia dan sudah mendapat registrasi dari badan meteorologi dunia (WMO).
Data dari stasiun tersebut menunjukkan peningkatan konsentrasi CO2 dan CH2 dengan pola siklus tahunan. Nilai kecenderungan peningkatan konsentrasi GRK tahunan 2004-2010 sebesar 1,50 ppm CO2, CH 2,70ppb.
Hasil pengukuran dari stasiun GAW Koto Tabang diperiksa di laboratorium National Ocean and Atmospere Administration (NOAA) di Boulder, AS sehingga angka tersebut divalidasi dengan standar internasional.
Edvin, yang baru dikukuhkan sebagai profesor riset bidang meteorologi dan klimatologi tersebut mengatakan nilai konsentrasi GRK ambien terpengaruh berbagai aktivitas manusia seperti pembakaran hutan, dan industri rumah tangga.
Dalam sidang PBB mengenai konvensi perubahan iklim (UNFCCC), target konsentrasi CO2 yang masih didiskusikan adalah sekitaar 450 ppm sehingga untuk Indsonesia masih ada tenggang waktu 43 tahun atau hingga 2053.
Selain itu, data peningkatan suhu muka bumi di beberapa kota besar Indonesia seperti Jakarta antara 1,04-1,4 derajat celcius per 100 tahun, Medan antara 1,55-1,98 derajat celcius per 100 tahun dan Makassar antara 1,84-2,83 derajat celcius per 100 tahun.