Bisnis.com, PEKANBARU- Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di Riau menyiapkan sejumlah langkah strategis untuk menangani kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang mengancam provinsi ini menyusul munculnya 250 titik panas (hot spot) baru.
Kapolda Riau Brigjen Pol Drs. Condro Kirono sudah menggelar perteman bersama Gubernur Riau, Kejaksaan Tinggi, sejumlah perusahaan dan semua pimpinan lembaga daerah sebagai persiapan mengantisipasi kebakaran hutan yang rutin terjadi, apalagi saat ini memasuki musim kemarau.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kemarin (21/6) merlis teman terbaru aanya peningkatan jumlah titik api menjadi 250 hot spot. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan satelit Terra-Aqua mendeteksi kenaikan jumlah titik api di Riau dari 80 titik pada Jumat (20/6/2014) menjadi 250 titik pada Sabtu (21/6).
"Cuaca diperkirakan akan semakin kering dan dapat memicu meningkatnya titik api. Berdasarkan data 2006-2013, hotspot di Sumatera dominan pada Juni–Oktober dengan puncak pada Agustus dan Oktober," kata Sutopo dalam keterangan resminya.
Sebanyak250 hotspot tersebar di Rokan Hilir 157 titik, Bengkalis 39 titik, Dumai 16 titik, Rokan Hulu 11 titik, Pelalawan 9 titik, Kampar 8 titik, Inhil 5 titik, Kuansing 4 titik, dan Siak 1 titik. Adapun, jarak pandang di Rengat mencapai 3 km, Pelalawan dan Dumai 6 km, serta Pekanbaru 8 km.
Kapolda Riau Brigjen Pol Drs. Condro Kirono mengemukakan ada sejumlah langkah komperehensif antisipasi kebakaran hutan di Riau yang akan diterapkan sesuai tahapan prioritas. Forum Komunikasi Pimpinan Daerah juga sepakat penanganan kebakaran hutan harus melibatkan semua pihak terkait dan sudah menetapkan 13 langkah strategis.
"Salah satunya dengan penerbitan peraturan pemerintah tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut untuk memastikan lahan ini selalu basah, ini akan segera diterapkan pada minggu ke empat di Bulan Juli 2014," ungkap Kapolda (21/6).
Sementara itu, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengemukakan mitigasi dan adaptasi penanggulangan kebakaran lahan dan hutan (karhutla) menjelang kemarau panjang sebagai dampak El Nino harus lebih ditekankan kepada pencegahan dari pada pemadaman kebakaran.
Dalam diskusi bertema "Kebakaran Lahan, Siapa dirugikan?" di Jakarta, Menhut menyatakan, mitigasi dan adaptasi karhutla harus menjadi tanggung jawab bersama dengan BNPB sebagai penanggungjawab utama.
"Keterlibatan semua pihak menjadi sangat penting agar tidak terjadi salah persepsi serta mencari kambing hitam dikemudian hari," katanya seperti dikutip Antara.
Menhut mencontohkan, salah satu persepsi yang salah dan berkembang di sebagian masyarakat saat ini bahwa kebakaran yang terjadi akibat ulah korporasi.
"Saya pikir, tidak satupun korporasi kehutanan yang bertindak bodoh dengan membakar lahannya sendiri karena mereka butuh kayu. Karena itu yang harus kita lakukan adalah membangun kesadaran semua pihak untuk tanggap dan siaga agar bencana kebakaran seperti awal tahun 2014 tidak terulang," kata Menhut.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto menambahkan, proses penegakan hukum bertujuan memberikan efek jera terhadap pelaku sehingga orang tidak lagi sembarangan membakar hutan dan lahan.
Hadi mengatakan, hal terpenting mencegah kebakaran hutan adalah memutus aliran modal dari "cukong" yang tidak bertanggung jawab sekaligus berhenti membeli produk dari kawasan hutan yang diperoleh dengan cara tidak taat asas.
Sementara itu, Staf Khusus Menteri Lingkungan Hidup Ryad Chairil menyarankan, proses hukum dalam kasus kebakaran hutan perlu menerapkan asas strict liability.
"Asas ini lebih mengedepankan proses penegakan hukum yang efektif dengan merehabilitasi kerusakan lingkungan akibat tindakan pelaku," katanya.
Menurut dia, asas tersebut lebih efisien, cepat dan akuntable di bandingkan proses pidana yang membutuhkan penetapan pengadilan yang sangat panjang dan tidak menjamin pengurangan beban pencemaran lingkungan.
Dalam penerapannya, pemerintah dapat dengan meminta ganti sesuai ketentuan Pasal 85 UU Lingkungan Hidup. Pasal ini mengatur nilai ganti rugi bisa melalui proses negosiasi berdasarkan perhitungan ahli independen sehingga tidak perlu lewat persidangan.
Namun demikian, lanjutnya, sanksi pidana bisa diberlakukan terhadap korporasi yang jelas-jelas dengan sengaja melakukan pembakaran lahan baik itu untuk kepentingan pembukaan lahan (land clearence) atau kepentingan lainnya.
Ryad Chairil menilai, kesadaran korporasi kehutanan terkait tata kelola lingkungan yang seimbang sebenarnya sudah lebih baik. Kesadaran tersebut muncul sebagai respon atas pengaruh hukum lingkungan internasional yang terhubung erat dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan biaya ekonomi.
Ketua Komite Koordinasi Asosiasi Bidang Kehutanan, Pertanian dan Agrikultur Kadin Tony Wenas mengatakan, dunia usaha akan total mendukung pemerintah dalam penanggulangan karhutla yang terjadi hampir setiap tahun terutama di Provinsi Riau.