Bisnis.com, RIO DE JANEIRO – Penyelenggaraan World Cup dinilai membebani biaya infrastruktur negara penyelenggara/tuan rumah. Pasalnya, sejak Olimpiade Barcelona tahun 1992, seluruh pesta olahraga internasional menggunakan gold standard dalam pembangunan fasilitas.
Menjadi tuan rumah pesta olahraga tingkat dunia saat ini berarti sama dengan mengokohkan program negara untuk menggenjot pembangunan infrastruktur.
Para ekonom olahraga Brazil mengestimasi negeri samba mengeluarkan biaya hingga US$11,3 miliar untuk pesta 4 tahunan ini, dan merupakan biaya tertinggi yang pernah dikeluarkan untuk penyelenggaraan World Cup.
Tak heran, menjelang penyelenggaraan piala dunia, timbul berbagai reaksi dari publik Brazil. Pada Juni lalu, jutaan masyarakat Brazil turun ke jalan, memprotes pemerintah yang dinilai momfokuskan diri pada World Cup, namun aktivitas pelayanan publik semakin tidak layak.
“Sepertinya kita telah mencapai titik balik di mana sejarah mega-event menyebabkan kemunduran ambisi dalam membangun infrastruktur,” kata profesor ekonomi olahraga di Hamburg University, Wolfgang Maennig.
Menurut Maennig, pertandingan olahraga besar telah menyentuh ranah politis dan menimbulkan kontroversi, sehingga dapat berisiko minimnya keinginan untuk menjadi tuan rumah penyelenggara kelak.
“Kita mengambil pelajaran dari apa yang terjadi di Brasil. Ke depannya, kita akan melakukan sesuatu yang berbeda,” kata salah satu dewan FIFA.
FIFA sempat dihadapkan pada pertimbangan agar Brasil mengurangi kota penyelenggaraan piala dunia yang awalnya ditetapkan di 12 kota, untuk mengurangi potensi masalah dari infrastruktur yang belum selesai.
Melihat gejolak ini, lembaga sepak bola Eropa UEFA telah memutuskan untuk mengurangi ‘beban’ kota penyelenggara European Championship. Pada 2020 mendatang, Piala Eropa akan diselenggarakan di 13 kota di benua tersebut.
Sebelumnya, para ekonom juga memprediksikan Brasil akan mengalami inflasi tinggi karena melangitnya harga, terdorong oleh kedatangan turis seluruh dunia. Kuartal I lalu, inflasi Brasil bertengger di level 6,19%, dan diestimasikan menjadi 6,39 selepas penyelenggaraan piala dunia.